Ketika pertama kali masuk sekolah kitasemua diajarkan untuk menulis. Tetapi, pernahkah terbayangkan bahwa dari ketrampilan menulis ternyata seseorang bisa menjadi jutawan ?Bagi seorang penulis lokal pemula ,royaltiyang diterimatiap judul bukuantara Rp.12 juta sampaiRp. 35 juta. Suatu angka yang sangat besar dibandingkan gajiresmiyang diterima seorang Bupati atau Walikota. Fantastis bukan ?
Menulis bukan bakat, tetapi sebuah ketrampilan. Oleh karena itu, ketika seseorang berhasil membuat buku, berarti selangkah lagi menuju gerbang sebagai seorang jutawan. Sebab, pada saat buku diterbitkan, penulis akan menerima penghasilan berupa royalti atas karya yang diterbitkannya. Beberapa penerbit menerapkan kebijakanyang berbeda terhadap royalti yang diterima penulis, tetapi rata-rata pendapatan yang diterima penulis juga sama besarnya.
Kelompok penerbit Galang Press Yogyakarta --- yang baru saja bikin heboh karena menerbitkan buku 'membongkar Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro itu --membuat 3 sistem dalam hal pemberian royalti yaitu royalti biasa, beli putus dan bagi hasil. Untuk royalti biasa, Galang menberikan royalti 10 persen darihasil perkalian antara harga buku dan jumlah buku yang dicetak.Untuk seorang penulis pemula, biasanya Galang mencoba mencetak sebanyak 5000 eksemplar.Jika sebuah buku dijual dengan harga Rp.25 ribu maka royalti yang diterima penulis untuk pertama kali adalah Rp.12.500.000.“ Tapi rasanya kita jarang sekali hanya mencetak 5000 eksemplar. Sebab,angka sekecil itukita distribusikan ke toko buku Gramedia saja kurang. Jadi biasanya kita mencetaknya lebih dari itu, “ ujar DirekturGalang Press Julius Felicianus.
Setelah naskah lolos cetak, penerbit akan melakukan upaya semaksimal mungkin agar buku yang diterbitkan dapat diterima pembaca. Promosi, publikasi ,distribusidan pemasaran buku sepenuhnya ada ditangan penerbit. Untuk melihat sejauh mana buku yang ditulisnya dapat diterima pembaca, penulis dapat ikut turut memantaunya. Jika dalam waktu sebulan sajasecara nasional buku sudah laku 50 persen artinya buku tersebutditerima pasar dan akan segera mengalami cetak ulang, karena penerbit tak ingin mengalami loss stock.Jika buku dicetak ulang, artnya penulis akan kembali menerima royalti.
UntukGalang Press, kerjasama dengan penulisbiasanya diperbaharui tiap 2 tahun sekali. Jika masa kerjasama habis, penulis diberikan kebebasan apakah tulisannya akan kembali diterbitkan di Galang Press atau akan dipindah ke penerbit lain. “ Jika penulis memilih untuk pindah penerbit, kita melakukan hitungan khusus terhadap stok buku yang masih tersisa, “ ujar Julius.
Tetapi selainmemberikan penghargaan royalti, Galang juga membuka kesempatan bagi penulis yang ingin menjual karyanya dengan sistem jual putus. Artinya setelah menerima pembayaran tersebut, penulis tak punya hakmenuntut royalti lagi terhadap buku yang diterbitkan. Rata-rata Galang memberikan harga antara Rp.1,5 juta sampai Rp.2 juta setiap karya yang dijual dengan sistem jual putus.Sistem ini sangat jarang diterapkan karenajarang sekali penulis yang setuju dengan sistem ini, karena penghargaan yang diberikan dinilai terlalu kecil.
Kebijakan lain yang diterapkan Galang adalah sistem bagi hasil. Bagi penerbit lain yang ingin mengembangkanusahanya atau bagi penulis yang ingin memulai usaha penerbitan Galang membuka sistem bagi hasil. Dalam sistem ininantinya antara Galang dengan relasi membahas beberapa unsur pendanaan yang bisa ditanggung secara kerjasama. Diakui Julius, dari sisi financial sistem ini hampir tak mendatangkan keuntungan. Tetapi, kebijakan ini merupakanrealisasi untuk mendorong tumbuhnya usaha penerbitanlokal di Yogyakarta. “ Secara materi, barangklai kita takdapat apa-apa. Tetapi, dengan tumbuhnyausaha penerbitan, akan membuat iklim penerbitan menjadi lebih bergairah dan kita terpacu untuk maju, “ ujar Julius.
Tetapi dalam hal pembayaran royalti, penerbit Kanisius Yogyakarta menerapkan kebijakan lain. Penerbit ini memberikan penghargaankepada penulis sebesar 10 persen dari nilai brutto. Artinya,royalti yang diterima penulis sangat tergantung dari jumlah buku yang terjual. “ Jaditidak tergantung berapa buku dicetak, tetapi seberapa banyak buku tersebut laku dipasar, “ ujar Humas Kanisius JB Priyana Hadi.
Meski secaramateri ada kemungkinan royalti yang diterima penulis dengan sistem ini lebih kecil tetapi masa pemberian royalti yang diterima penulis lebihlama, karenamasa pemasaran buku lebih lama. “ Jika buku tersebut masih bergerak, kita tetap akan tahan dipasar. Kecuali jika dalam masasatu tahun kok buku tersebut sama sekali tak laku, kita baru kembalikan pada penulis. Tetapi, kita berusaha semaksimal mungkin agar buku tersebut tetap bergerak. “ ujar Priyana.
Berdasarkan catatan Kanisius rata-rata royalti yang diterima penulis adalah Rp. 25 juta sampai Rp.35 juta. Tetapi, Kanisius memberikan penghargaan royalti secara komulatif, karena umumnya penulis yang menerbitkan kayanya di Kanisius tak hanya menulis satu judul buku saja. Meski demikian jika penulis menghendaki rincian royalti per judul, pihaknya juga memberikan kesempatan secara terbuka.“ Kita menjalin kerjasama ini dilandasi niat baik. Jadi segala hal yang berhubungan dengan kerjasama denga penerbit kita buka secara fair, “ ujar Priyana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H