Namun yang terjadi pemerintah lebih suka memakai cara pragmatis. Bukan menyelesaikan masalah, tetapi menghindari masalah.
Pesan ini yang saya tangkap dari adegan "lompatan" motor yang dilakukan Jokowi. Bahkan dialog, "Biar saja" yang diucapkan Jokowi, memberikan gambaran Mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai Presiden yang cuek dengan aspirasi publik.
Bisa jadi, gambaran tersebut berbeda dengan keseharian Jokowi yang biasanya langsung menghampiri massa. Meski hanya untuk sekadar berjabat tangan atau bagi-bagi souvenir.
Sayang memang agak bertanya-tanya, mengapa dalam klip ini Jokowi digambarkan sebagai Presiden yang pragmatis. Padahal, sesungguhnya Presiden bisa digambarkan sebagai sosok yang lebih manis dan humanis.
Misalnya, di tengah kemacetan Jokowi keluar jendela seraya melambaikan tangannya, lalu disambut dengan histeris massa di sepanjang rute yang dilewatinya.
Adegan ini akan lebih memperkuat kesan merakyat yang selama ini dipertahankan sebagai citra dirinya.
Jika Asian Games adalah event Olahraga, maka pemilihan asesoris  moge ini justru mengirim pesan politis yang berhubungan dengan kompetisi Pilpres.
Dengan gaya sebagai pemotor, Jokowi dibentuk sebagai sosok yang merupakan bagian dari kalangan milenial atau kalangan muda.
Tim Kreatif berusaha menampilkan kesan bahwa Jokowi adalah "presiden kaum millenial".
Bagi kalangan rival, ini bisa dimaknai sebagai upaya mencuri start kampanye. Meski saya yakin akan dibantahnya.Â
Kalau toh iya, hal tersebut juga sangat rasional. Jokowi dan tim kampanye pasti akan berusaha dengan segala macam cara untuk merebut simpati para pemilih pemula yang diprediksi jumlahnya sekitar 20 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.