Mohon tunggu...
Sulis Setyo
Sulis Setyo Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswer, Worker, Blogger, Listener http://www.sulissetyo.web.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Hanya Bosan

1 Januari 2013   20:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:40 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejenak aku terdiam, pikiranku jauh melayang diantara percakapan yang sedang kami lakukan di telepon. Pikiran ini lah yang akhir-akhir ini menggangguku. Aku membayangkan bahwa dia bukanlah orang yang baik untukku begitu juga sebaliknya. Umur kami begitu jauh berbeda. Bahkan aku selalu teringat bagaimana dulu aku pertama mengenalnya. Saat itu sama sekali aku tidak berpikir unutk menjadikannya wanita satu-satunya yang ada di hatiku, apalagi untuk menjadi istriku kelak. Sekarang setelah tiga bulan aku bersamanya banyak hal telah berubah aku rasakan. Wangi tubuhnya tak sewangi saat kami pertama bertemu. Harum nafasnya tak seharum saat pertama kali kami bertemu. Tangannya pun tak selembut dulu saat iya pertama kali menyentuhku. Banyak hal telah berubah.

“hallo sayang? Hallo, kamu kok diem aja sih!”

“eh, iya sayang, maaf”

“kamu ngelamunin apasih?”

“enggak, bukan apa-apa kok sayang, sayang telponnya nanti lagi ya, aku ada perlu sebentar”

“ya udah gapapa, jangan lupa telpon lagi nanti!”

“iya sayang, bye”

“b…”

Untuk menunggunya mengucapkan salam perpisahan pun rasanya aku sangat tidak sabar. Dulu, berbicara dengannya di telpon sangatlah menyenangkan. Saat itu kami masih baru saling mengenal dan dia masih berada di Medan. Rasanya sehari tanpa berbica dengannya melalui telpon adalah hari yang sepi, seperti seorang kekasih yang ditinggal kekasihnya untuk waktu yang lama. Suaranya dulu sangatlah merdu.

Kini kami adalah sepasang kekasih, baginya aku adalah segalanya, tak pernah sekalipun dia membatku marah, mengekang, atau melakukan hal lain yang mungkin akan membuatku marah. Sekalipun aku marah, dia akan langsung memohon maaf padaku, dan waktu sehari disaat aku marah itu akan menjadi hari yang sangat tidak menyenangkan baginya. Aku memang sangat mengenalnya. Dia adalah gadis yang masih sangat muda. Sangat mudah ditebak segala tingkah lakunya. Untuk sesaat aku akan tersenyum mengingat tawanya dan tingkahnya yang tersipu malu saat aku menggodanya. Untuk beberapa saat yang lain, aku akan sangat bingung bagaimana caranya untukku mengakhiri hubungan ini.

Sebenarnya, aku sama sekali bukanlah orang yang rupawan, ataupun bergelimang harta. Bukan juga seorang yang suka bermain cinta, menganggap wanita hanyalah sekedar permainan, pelampiasan nafsu, bukan, aku bukan orang seperti itu. Aku adalah orang yang setia, aku akan menjaga hubungan yang aku jalani dengan sungguh-sungguh. Tapi kali iniberbeda, entah apa yang bisa aku katakan untuk membela diri, namun kejenuhan ini sungguh menyiksa. Aku tidak bisa katakana bahwa aku memiliki perempuan lain yang sedang menungguku, karena memang kenyataannya hanyalah dia yang mencintaiku saat ini.

Aku hanya bosan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun