Mohon tunggu...
Suli Murwani
Suli Murwani Mohon Tunggu... -

Suli Murwani mengisi hari-harinya dengan menulis, mengajar dan berbisnis..Berkarya sampai akhir hayat. Semoga hidup kita yang singkat ini bermanfaat..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Vs Bibit Waluyo

20 Oktober 2012   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 7608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adegan Gubernur DKI Jakarta Jokowi mencium tangan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo saat pelantikan Walikota Solo FX. Rudyatmo, pengganti Jokowi, menjadi trending topic di twitter maupun BBM. Kenapa Jokowi mencium tangan Bibit Waluyo? Sudah menjadi rahasia umum jika  Bibit dan Jokowi  kerap berkonflik. Konflik itu terjadi karena Jokowi sebagai Walikota Solo menentang pembangunan mall di eks pabrik es Saripetojo di kawasan Purwosari, Solo. Menurut Jokowi, Saripetojo peningggalan  Belanda itu merupakan cagar budaya yang harus dilestarikan, sebaliknya Bibit menyetujui diubah menjadi mall. Saat itu, Bibit menyebut Jokowi sebagai orang bodoh. "Tempat mau dibikin bagus, kok tidak boleh," katanya.

Ketidaksukaan Bibit terhadap Jokowi berlanjut saat Jokowi berhasil mempopulerkan Mobil Esemka Rajawali buatan anak-anak SMK di Solo. Bibit sebagai Gubernur Jawa Tengah bukan memberi apresiasi, tetapi malah mencela."Wis ora usah cari muka. Mobil kuwi ora gampang, wis laik jalan durung, mengko yen sembarangan yen nabrak kebo piye (Tidak usah cari muka. Mobil itu untuk bisa layak, aman dikendarai tidak mudah. Nanti kalau nabrak kerbau gimana?)." Kira-kira demikian, kalimat sinis yang pernah meluncur dari Bibit saat itu.

Sikap Bibit saat itu mengundang amarah publik. Melalui jejaring sosial, Bibit diserang habis. Perilaku Bibit yang dinilai banyak orang arogan dan iri hati itu tidak mencerminkan perilaku pemimpin. Keangkuhan Bibit itu kembali terekam jelas saat Jokowi mencium tangan Bibit, padahal posisi dia sebagai Gubernur DKI Jakarta jauh lebih bergengsi dibandingkan Bibit. Saat itu, Jokowi mungkin memosisikan dirinya sebagai eks Walikota Solo atau bisa jadi sesuai dengan karakternya yang tidak suka "ribut", dia bersedia mengalah memberi sinyal perdamaian. Selain itu, Bibit merupakan seniornya.

Tetapi, dasar Bibit arogan, responsnya tetap terlihat dingin. Dalam kacamata psikologi, arogansi Bibit itu bisa pertanda menutupi kekurangannya. Faktanya, dalam segala hal, dia memang kalah dari Jokowi. Tidak berprestasi. Orang yang agresif menutupi ketidakmampuannya dengan sikap arogan, sebaliknya pribadi yang minder menutupinya dengan pendiam.

Sejatinya, menjadi pemimpin yang dicintai rakyat merupakan keinginan semua pemimpin. Itu bisa terealisasi bila dia mau dekat dengan rakyatnya dan memosisikan dirinya sebagai rakyat. Perilaku ini yang ditunjukkan oleh Jokowi. Bahkan, pakaian sederhana yang dikenakan saat mendatangi kawasan "bermasalah" di ibukota itu bertujuan agar lebih dekat dengan rakyat. Seandainya, Pak Bibit mau melakukan seperti yang Jokowi kerjakan, tentu dia juga bakal dicintai oleh rakyat Jawa Tengah, khususnya.Ibarat kata pepatah,"Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama." Tidak ada warisan yang lebih baik, saat ruh meninggalkan raga, kecuali nama yang baik. Jika dia, seorang pemimpin, tentu yang dicintai oleh rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun