Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak ajaib. Sebagaimana penyandang disabilitas pada umumnya, ABK harus melintasi batasan-batasan yang luar biasa untuk meraih kesuksesan. Berkat pendidikan yang tepat, ABK akan menemukan potensi bakat intelegensia, sehingga bisa mengaktualisasikan diri dan meraih kesuksesan.Â
Melalui optimalisasi teknologi digital, keluarga ABK bisa mengupayakan pengadaan pendidikan dalam menemukan bakat intelegensia ABK. Bila ABK bisa mengembangkan potensi intelegensia, mereka tidak hanya sekadar sukses, tetapi juga bisa menyebarkan inspirasi tidak bertepi dan berpartisipasi aktif dalam memajukan peradaban bangsa. Hal ini akan memicu individu yang memiliki anggota tubuh yang lengkap  untuk berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara.  Bila ABK bisa meretas kesuksesan; Anda yang memiliki 'label' normal tentu juga bisa  sukses!   Â
 ABK di Indonesia
Sebagaimana manusia pada umumnya, ABK memiliki keberagaman intelegensia (multiple-intellegences) yang meliputi: kecerdasan linguistik, logik-matematik, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal. Sayangnya, inovasi pendidikan di sektor ABK di Indonesia, masih cenderung terbatas. Implikasinya, ABK mengalami kesulitan untuk memperoleh pendidikan. Berdasarkan Suvei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada 2016; menunjukkan bahwa dari 4,6 juta anak yang tidak sekolah, satu juta di antaranya adalah ABK. Â Â Â
Kurikulum pendidikan formal di Indonesia kurang fleksibel sebagaimana di Finlandia. Sebagai sebuah negara yang menjadi kiblat ilmu pendidikan, para tenaga pendidik di Finlandia diberi hak istimewa untuk menyesuaikan pengajaran sesuai dengan potensi atau kebutuhan masing-masing anak didik. Di Indonesia, pendidikan cenderung berorientasi pada kelas (class-centered school). Sementara itu, Finlandia telah lama mengembangkan sekolah berorientasi individu (individual-centered school). Â Tidak mengherankan, lembaga pendidikan konvensional di Finlandia membuka ruang yang mengakomodasi bagi seluruh anak untuk meraih pendidikan formal, termasuk ABK. Di negara tersebut, ABK bisa menjalani pendidikan formal bersama anak-anak pada umumnya.
Walaupun demikian, hambatan tersebut bukanlah rintangan yang membuat keluarga ABK menyerah untuk memberikan pendidikan bagi ABK. Apalagi, pendidikan bukan hanya berada di ruang kelas lembaga pendidikan formal semata, tetapi upaya pembelajaran yang bisa di lakukan di mana pun kita berada. Sebab, keberhasilan pendidikan sejatinya bisa diukur ketika ilmu pengetahuan yang dipelajari dapat dimanfaatkan bagi kebaikan diri individu dan kehidupan sosial-masyarakat. Oleh karena itu, setiap tempat bisa dijadikan sebagai 'sekolah' dan setiap orang yang mengajarkan ilmu yang bermanfaat bisa dijadikan 'guru'. Teknologi digital memberi peluang besar untuk merealisasikan pendidikan dan penemuan bakat intelegensia ABK. Â Â
Peran Komunikasi dalam Pendidikan Bagi ABK Â
Kunci dari pendidikan yang sesungguhnya sangat sederhana, yaitu: komunikasi. Bila ABK telah bisa komunikasi dengan non ABK (non-disabilitas), maka pendidikan sudah bisa berjalan. Keluarga ABK memiliki peran penting dalam upaya membangun komunikasi dengan ABK. Bila komunikasi dengan ABK telah terjalin, maka ABK akan menemukan 'batu loncatan' untuk memiliki kepercayaan diri dan berinisiatif dalam mengaktualisasikan diri. Untuk berkomunikasi dengan ABK, keluarga harus menghapus persepsi negatif dalam menilai ABK.
Dalam mindset keluarga harus tertanam bahwa ABK merupakan anugerah Tuhan; bukan beban masyarakat. Bila mindset ini sudah tertanam dalam self-concept keluarga, maka komunikasi akan efektif karena secara psikologis (batiniah) ABK membuka diri-sosial (the social self). Ketika ABK mulai bisa bersosialisasi, maka saat itu pula ABK akan memiliki inisiatif untuk berinovasi dalam mengaktualisasikan diri.
Keberhasilan komunikasi ABK yang legendaris dapat kita cermati dalam relasi yang dibangun Anne Mansfield Sullivan (Anne Sullivan) dengan Helen Adams Keller (Helen Keller). Anne Mansfield Sullivan merupakan seorang guru privat yang dipercaya keluarga Hellen Keller untuk memberikan pendidikan bagi Helen Keller. Mulanya, Helen Keller merupakan ABK yang mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran. Sebelum kedatangan Anne Mansfield Sullivan, Helen Keller hanya seorang ABK yang kebingungan dan kesulitan mengontrol emosi. Keputusan keluarganya untuk memberi pendidikan dengan menggunakan jasa Anne Mansfield Sullivan tidak hanya membantu Helen Keller menjadi ABK yang mampu berkomunikasi dan memiliki budi pekerti mulia; tetapi juga mengubah dunia.