Permintaan maaf Presiden Republik Indonesia DR. Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa, (25 Juni) kepada dua negara Singapura dan Malaysia akibat kiriman kabut asap dari kebakaran hutan di Riau, Sumatera, Indonesia hingga kini masih menjadi kontroversi rakyat Indonesia.
Disatu sisi, permintaan maaf seorang pemimpin itu dipadang sebagai satu bentuk kekerdilan dan ketakutan bangsa yang besar dan berdaulat kepada dua negara terutama Singapura yang banyak melindungi koruptor dari Indonesia, mencaplok wilayah Semakau, Kepulauan Riau dan yang paling cerewet melayangkan protes akibat kabut asap kiriman Indonesia.
Disisi lain, permintaan maaf SBY dianggap wajar dan bentuk kesatria seorang pemimpin. Dan, akibat permintaan maaf yang menuai kontroversi itu memaksa SBY harus menjelaskannya kepada rakyat.
Beberapa alasanya SBY bahwa apa yang terjadi saat ini bukan kesengajaan, tidak ada niat Indonesia untuk membikin susah tetangga-tetangganya. Terlepas dari itu, alasan SBY keluar akibat tekanan dari dalam negeri yang terus mencibir permintaan maaf sebagai bentuk kelemahan seorang pemimpin.
Secara kenegaraan, presiden sebagai simbol negara yang telah meminta maaf pada negara lain harusnya tidak menempatkan gaya diplomasi dengan pendekatan personal, bukan rahasia lagi jika SBY memiliki hubungan dekat dengan Singapura, dapat dikatakan, SBY lebih takut pada singapura yang berpenduduk 6 juta dari pada rakyatnya sendiri. Cerita ini mengingatkan kita, seperti seorang suami berbadan tegap, ditakuti preman tapi takut isteri sendiri.
Ketakutan SBY itu yang membuat dia lupa sebagai kepala negara ketika harus mengeluarkan pernyataan lintas negara Ia harus meminta pandangan dengan para penasehat dan pembantunya, ada menteri-menteri terkait, terutama menteri luar negeri, pertahanan dan keamanan.
Permintaan maaf SBY lebih lebih karena dorongan pribadi itu dapat diketahui karena telah berbenturan dengan pernyataan menteri-menteri sebelumnya seperti Menteri Luar Negeri, menteri kehutanan, menteri Kesejahteraan Rakyat yang terang-terang memprotes cerewetnya Singapura. Dalam kasus maaf ini, DPR RI harusnya meminta pertanggungjawaban Presiden karena kasus ini telah melemahkan kewibawaan negara.
Sebagai seorang kepala negara yang juga penganut Islam, SBY juga harus melihat permintaan maaf dalam konteks Islam. Di dalam Al Qur’an tidak ditemukan perintah agar kita meminta maaf kepada orang lain sehubungan dengan kejahatan yang kita lakukan. Yang ada adalah perintah agar meminta ampun kepada Allah.
Yang diajarkan dalam Islam adalah memberi maaf tanpa harus menunggu permintaan maaf. Dalam satu ayat di Al-Qur’an disebut “Memberi maaf atas kesalahan orang lain adalah salah satu ciri orang bertakwa (3:133).(***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H