Momen 17 Agustus riuh dengan pagelaran lomba, semarak dengan upacara. Di ibukota, kabupaten hingga desa-desa menghayati kemerdekaan dengan sukacita.
Di tempat berbeda mencoba mengingat kembali cerita merdeka apa yang bisa dibagikan kepada khalayak pembaca. Gerakan Anak Petani Cerdas lintas di memori. Kemerdekaan itu, kalau anak petani cerdas. Bernas! Kemerdekaan itu kalau anak petani cerdas, kalau anak petani bisa bangkit untuk menata kehidupannya dari pendidikan yang diempunya.
Hari hampir sore, kemacetan di depan Kampus Djuanda tidak menyurutkan semangat kami menuju jalan Cimande Kecamatan Caringin. Secara pribadi sudah mengenal sosok perempuan inspiratif pengagas Gerakan Anak Petani Cerdas dari postingan pelbagai sosial media.
Perempuan yang lahir bertepatan dengan hari pendidikan, tiga puluh enam tahun lalu terbilang sukses merajut cita-citanya memajukan Pendidikan Indonesia. Betapa tidak, sejak pulang dari negeri seberang-Hong Kong, mba Heni sapaannya mulai menggerakkan komunitasnya, mulai berdedikasi membangun negeri.
Anak Petani Cerdas merupakan gerakan sosial yang dipelopori oleh Mba Heni. Kegiatannya adalah memberikan edukasi kepada anak-anak petani. Sharing materi dan pengalaman hidup yang berarti hingga pada memberi beasiswa untuk melanjutkan sekolah hingga pada jenjang yang paling tinggi.
Heni Sri Sundani, nama lengkap istri pak Aditia Ginantaka ini telah menceritakan awal mula membangun Gerakan Anak Petani Cerdas. Hal ini berawal dari empati dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Di Ciamis, warga desa memiliki pemahaman yang belum mumpuni tentang pentingnya pendidikan. Apalagi anak perempuan, jika tidak bersekolah siap-siap nikah dini. Sejak pulang dari kerja dan kuliah di Hong Kong Mba Heni, mendapati teman-teman sebayanya yang sudah memomong anak.
Belum lagi di wilayah Bogor, tempat dimana mba Heni dan suaminya tinggal, terlihat masih banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena terhalang biaya. Tentu ini sangat miris. Mba Heni memulai gerakan mulianya, dengan memanfaatkan ribuan buku yang dimilikinya. Membangun perpustakaan mini, memberikan edukasi, mengajarkan kemampuan baca tulis hingga Bahasa inggris.
Hampir satu jam perjalanan dari kampus Djuanda, akhirnya kami, teman-teman seperjuangan MDPT tiba di Villa Putih, rumah Gerakan Anak Petani Cerdas. Walaupun sudah mengetahui sedari awal bagaimana tampilan vila ini dari media sosial, rasa kagum dan takjub tak bisa dibohongi. Betapa tidak, dari kaca depan nampak jelas, terpampang banyak sekali piagam penghargaan.
Deg-degan, mba Heni langsung menyapa kami lewat pintu samping villa putih kami masuk dan langsung diarahkan menuju meja makan besar yang hari itu penuh dengan bahan shabu-shabu. Aroma kuahnya menguar ke udara masuk ke dalam indera penciuman. Rasa lapar datang, seirama dengan suasana sore itu, dingin area puncak lengkap dengan penat beberapa saat lalu saat mendobrak kemacetan menuju villa ini: Rumah belajar, kantor EmpowerID, Anak Petani Cerdas.