Apa yang terbayang setelah mendengar merdeka belajar? Belajar tanpa seragam? Belajar di alam terbuka? ataukah belajar tanpa buku tulis? Sejujurnya saya sendiri pada mulanya masih sangat awam. Pelekatan kata merdeka sebelum kata belajar memunculkan defenisi yang beragam dalam benak.
Di Stand SIBI, Temukan Merdeka Belajar
Hari itu, Rabu  09 November 2022, saya dan beberapa teman peserta magang dosen perguruan tinggi (MDPT) memilih melancong ke kota Jakarta. Kami ingin menghadiri perayaan literasi terbesar Indonesia Internasional Book Fair. Tak terbayang sebelumnya betapa meriahnya kegiatan ini. Sebagai anak pulau jujur hanya pernah melihat perayaan literasi skala lokal yang tentunya seadanya saja.
Semangat melihat tumpukan buku di acara Book Fair terasa semakin membuncah ketika gerbong kereta memasuki stasiun Tanah Abang. Meski penat dan sesak, angin sepoi membawa aroma lembaran buku baru menyerbak menyemangati. Saya dan teman-teman sejak awal memilih turun di stasiun terakhir dan berniat melanjutkan perjalanan dengan aplikasi transportasi dari Mas Menteri.
Mata terbelalak, kantuk hilang seraya melihat tumpukan buku dari pintu kayu yang berada di Ballroom. Sempat bergumam dalam hati "seandainya punya banyak uang, semua buku akan saya beli". Belum sampai masuk mengelilingi ballroom, tepat di sebelah kiri pintu masuk ada stand dari SIBI. Mulanya belum begitu paham apa ini SIBI sehingga mendekat dan berkunjung langsung adalah cara menepis rasa penasaran.
Sama seperti di stand pameran pada umumnya pengunjung dipersilakan mengisi buku tamu dan diantarkan pada ruang kecil tempat dimana produk dipamerkan. Seperti akronimnya SIBI: Sistem Informasi Perbukuan Indonesia, selain memampang buku cetak untuk bahan belajar siswa kami juga diperkenalkan dengan laman SIBI lewat komputer yang berada di pojok stand.
Perlahan mendengar penjelasan Tim SIBI, lama kelamaan mulai memahami. Kami yang masing-masing memegang android dengan sigap berselancar mencari laman SIBI. Banyak fitur menarik, ada keleluasaan bagi semua, tak hanya pendidik dan siswa/murid pun juga orang tua serta pemerhati pendidikan. Akses buku digital gratis dalam tanda kutip ini semacam menjadi oase bagi kami yang tinggal di pulau. Mungkin akan lebih lengkap jika semua Satuan Pendidikan di wilayah kepulauan memiliki akses internet yang mantap.
Masih tentang SIBI, ternyata buku-buku yang disajikan di laman pun yang dicetak dan dijjejerkan di rak stand pameran IIBF kali ini tak melulu soal angka-angka atau numerasi, tetapi juga buku cerita yang dapat mengasah nalar-berpikir. Di rak yang berbeda terlihat buku-buku tentang semangat cinta tanah air, toleransi, pentingnya menjaga warisan kebudayaan hingga buku cerita fabel.
Oh iya, yang paling membahagiakan setelah mengunjungi stand SIBI kami diberikan goodybag "Merdeka Belajar" didalamnya tersedia beberapa buku tentang perbukuan, masker, handsanitizer, rantang, botol air minum. Mungkin ada pesan tersirat: tetaplah belajar sembari menjaga pola makan dan kesehatan, hehe.
Dari stand SIBI saya mengenal kata merdeka belajar yang ternyata telah santer tak hanya di tingkat perguruan tinggi juga di Satuan Pendidikan yakni sekolah-sekolah. Digadang-gadang merdeka belajar juga secara bertahap akan dijadikan kurikulum nasional.
Menelusuri "Merdeka Belajar"
Nah, sejujurnya setelah mengunjungi stand SIBI rasa penasaran semakin menigkat. Saya coba-coba lagi berselancar mencari tahu tentang Merdeka Belajar. Ada 4 pokok-pokok kebijakan merdeka belajar, yakni: (1) Ujian Sekolah Berstandar nasional; (2) Ujian Nasional; (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan (4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru Zonasi.