Pangan dan Ketahanan Pangan
Prediksi Norman Borlaug sepertinya tidak meleset, penerima nobel di bidang pangan tahun 1970 memprediksi kebutuhan pangan dunia (beras, gandum dan jagung) pada tahun 2030 akan mencapai dua kali lipat dari kebutuhan tahun 1992. Betapa tidak, hal ini seirama dengan peningkatan populasi penduduk yang berimbas pada kebutuhan pangan yang semakin membumbung tinggi.
Ikhtiar tentang pangan, gaungnya sudah lama kita dengarkan. "Pangan adalah soal hidup dan matinya bangsa", Soekarno dalam pidatonya tahun 1952 menegaskan pentingnya pangan untuk kita. Kondisi pangan suatu bangsa mempengaruhi stabilitas bangsanya. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dari kebutuhan menjadi penyebab ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik juga akan terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Hal tersebut juga dipertegas Suryana (2001) dan Simatupang et al., (2001) bahwasanya ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan ketahanan nasional. Pangan menjadi kebutuhan dasar bagi sumberdaya manusia bangsa. Hal ini menjadi tolak ukur mengapa ketahanan pangan dijadikan sebagai prioritas dalam pembangunan.
Kenaikan harga beras pada waktu krisis moneter menjadi pelajaran bagi kita baik pemerintah pun juga masyarakat tentang betapa pentingnya pangan untuk keberlangsungan hidup dan ketahanan bangsa. Belum lepas dari ingatan tentang Asmat Papua yang pada September 2017 hingga 2018 terkena gizi buruk. Adapun di kupas dalam Nugroho Y (2018) bahwa akar permasalahannya adalah akses dan ketersediaan pangan.Â
Indonesia yang berbasis wilayah kepulauan menjadi kendala utama khususnya dalam pendistribusian pangan. Padahal jika ditelisik lebih jauh ketahanan pangan mencakup tiga pilar didalamnya: ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi dan stabilitas (stability) yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat. Â Masalah ketahanan pangan dapat saja terjadi dan akan semakin menyeruak jika salah satu dari tiga pilar tidak terpenuhi.
BULOG berikhtiar dengan RPK "KITA"
BULOG merupakan Perusahaan Umum (Perum)Â milik pemerintah yang memiliki visi menjadi perusahaan pangan yang unggul dan terpercaya dalam mendukung terwujudnya kedaulatan pangan. Adapun misi Perum BULOG yaitu (1) menjalankan usaha logistik pangan pokok dengan mengutamakan layanan kepada masyarakat; (2) Melaksanakan praktek manajemen unggul dengan dukungan sumberdaya manusia yang profesional, teknologi yang terdepan dan sistem yang terintegrasi; (3) Menerapkan sistem tata kelola perusahaan yang baik serta senantiasa melakukan perbaikan yang berkelanjutan; (4) Menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas komoditas pangan pokok.
UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan pun juga membahas tentang kedaulatan pangan (food soveregnity). Sesuai dengan dengan taglinenya Bersama Mewujudkan Kedaulatan Pangan.Â
Kedaulatan pangan (food soveregnity) adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumberdaya lokal. Pelekatan kata Bersama juga bermakna dalam, yang mana sinergitas multipihak diperlukan disini untuk merealisasikan visi dan misi BULOG yang telah termandatkan dalam Undang-undang terkhusus pada Perpres No. 48 tahun 2016.
(RPK) merupakan outlet penjualan pangan pokok milik masyarakat yang dibina oleh Perum Bulog. RPK berbentuk usaha kecil dengan tujuan untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship dan membangkitkan ekonomi masyarakat. RPK adalah jaringan pemasaran BULOG termasuk untuk kegiatan stabilisasi harga dan pelayanan voucher pangan. RPK juga menyediakan produk murah dan sehat untuk mewujudkan akses pangan pokok kepada masyarakat.