Industri kelapa sawit di Indonesia seringkali dikaitkan dengan perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan agribisnis besar. Namun, ada segmen lain dalam industri ini yang penting dan seringkali diabaikan, yaitu petani swadaya. Meskipun mengelola lahan yang lebih kecil, petani swadaya menghadapi tantangan unik yang membutuhkan strategi khusus agar dapat meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan, di mana koperasi memainkan peran penting. Dampak kolektifnya sangat besar. Petani swadaya merupakan bagian penting dari rantai pasok sekaligus juga sebagai pemangku kepentingan utama dalam perjalanan keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.
Petani swadaya mengelola 41 persen dari 16.38 juta hektar lahan sawit Indonesia. Hal ini menyebabkan peran mereka dalam industri ini menjadi penting. Kontribusi petani swadaya tidak hanya terbatas pada angka produksi. Mereka berperan penting dalam peningkatan mata pencaharian dan ekonomi di daerah pedesaan, pengentasan kemiskinan, dan pembentukan struktur sosial.Â
HAMBATAN YANG DIHADAPI PETANI SWADAYA
Beberapa hambatan yang berhasil diidentifikasi oleh Solidaridad, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pemberdayaan petani dan adaptasi perubahan iklim, adalah permasalahan legalitas kepemilikan lahan, akses terhadap layanan finansial, akses terhadap bantuan teknis dan pelatihan, serta lemahnya sistem pengorganisasian diri petani.
Program reformasi agraria (TORA) yang dicanangkan oleh pemerintah untuk percepatan legalitas lahan, ternyata memiliki birokrasi yang cukup rumit untuk diikuti para petani. Kendala ini berpengaruh pada akses petani terhadap sumber pendanaan. Ketiadaan sertifikat tanah resmi seringkali menghambat kemampuan petani untuk berinvestasi dalam teknologi pertanian yang lebih maju.Â
Hambatan dalam mengakses bantuan teknis dan pelatihan menyebabkan petani swadaya berada pada posisi kurang menguntungkan ketika berkeinginan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan pertanian yang diperlukan. Sementara lemahnya sistem dan tata kelola keorganisasian petani menyebabkan tidak optimalnya fungsi kelembagaan yang ada.
Mencermati hambatan-hambtan tersebut, Solidaridad sebagai organisasi masyarakat sipil internasional, memfokuskan diri pada kegiatan pendampingan dan penyuluhan petani swadaya, khususnya petani sawit, dengan tujuan pemberdayaan. Pendampingan ini membekali petani dengan pengetahuan seputar praktik pertanian regeneratif, pengorganisasian diri, serta memfasilitasi proses pendaftaran surat tanda daftar budidaya (STDB) yang nantinya dapat digunakan untuk melengkapi persyaratan sertifikasi keberlanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Penguatan kelompok juga dilakukan agar petani dapat mendaftarkan keikutsertaan mereka pada ISPO secara kolektif melalui koperasi.
MEMPERKENALKAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI (KEP) KEPADA PETANI SWADAYA
Beberapa jenis KEP yang dikenal di Indonesia adalah kelompok usaha bersama (KUB), badan usaha milik desa yang berbentuk koperasi unit desa (KUD), badan usaha milik petani yang berbentuk koperasi petani (KOPTAN), koperasi produsen (KP), dan korporasi petani. Kesemuanya memiliki elemen ekonomi, di mana tujuan utamanya adalah peningkatan taraf ekonomi anggota.
Sebagai bagian dari pendampingan, Solidaridad selalu menganjurkan para petani swadaya untuk mengorganisir diri dan membentuk KEP. Jenis yang disarankan adalah badan usaha milik petani seperti koperasi, yang anggotanya bisa berasal dari individu, kelompok tani (POKTAN), atau gabungan kelompok tani (GAPOKTAN). Pengorganisasian ini dipercaya akan membantu upaya percepatan peningkatan taraf ekonomi petani. Kelembagaan yang kuat akan meningkatkan daya saing petani sekaligus menjadi wadah bagi mereka untuk berkumpul, belajar, dan mengatasi permasalahan terkait budidaya sawit yang dihadapi.