[caption id="attachment_139783" align="alignleft" width="300" caption="Diambil dari bandung.detik.com"][/caption] Aksi nyelonong Ikbal Sabarudin (23), Ketua Himpunan Mahasiswa (Hima) Persis Jabar, ke hadapan Wapres Budiono saat peringatan Sumpah Pemuda, Jumat (28/10/2011), di Stadion Siliwangi, Bandung berakhir tragis. Ikbal, mahasiswa UIN Bandung ini, tertangkap Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) saat melakukan aksi protes dengan membentangkan poster bertuliskan "Sumpah serapah 28 Oktober 2011, mengutuk korupsi para pejabat yang tak amanah, mengutuk presiden dan wapres yang tidak mensejahterakan rakyat".
Akibat aksi unik dan beraninya itu, dia digelandang sembari dipukul, ditendang, dan digusur laiknya seorang pelaku makar. Dengan perlakuan represif Paspampres tersebut, Ikbal mengalami luka sebesar 3 jahitan di kepalanya, wajahnya lebam, dan punggungnya kesakitan. Kendati telah dibebaskan, ada satu hal yang menggelitik berkaitan dengan insiden ini. Berdasarkan berita, Mayjen TNI Agus Sutomo, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres), mengatakan Ikbal Sabarudin sebagai tamu undangan yang memiliki kelainan jiwa karena melakukan aksi protesnya.
Beberapa pihak yang pro dan kontra terhadap aksi ini, mungkin akan menyikapinya secara berbeda. Bagi pihak pro demokrasi, tindakan ini merupakan bentuk kebebasan berpendapat dan sesuatu yang wajar apabila menggunakan cara unik dan berani dengan nyelonong ke hadapan Wapres Budiono, sembari membentangkan poster. Namun, bagi pihak pro pemerintahan aksi mahasiswa UIN Bandung ini tidak menggunakan pertimbangan akal sehat sehingga pantas diganjar sebagai orang yang memiliki kelainan jiwa. Seperti halnya yang diungkapkan Mayjen TNI Agus Sutomo saat menyikapi aksi reaktif Paspampres, yang tepat disebut "aksi pengamanan bergaya preman".
Apa yang dilakukan Ikbal Sabarudin, Ketua Hima Persis Jawa Barat 2009-2012 ini, tentunya didasari dengan berbagai pertimbangan akal sehat. Aksi nekat ini berpijak pada realitas kenegaraan yang selalu dipenuhi hiruk-pikuk kasus korupsi yang tak kunjung selesai. Kasus korupsi Bank Century, korupsi Nazaruddin, dan korupsi berjamaah di setiap kementerian merupakan indikasi ketidakpedulian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat. Dari sinilah lahir ketidakpercayaan publik atas peran wakil presiden RI yang seolah hanya menjadi aksesoris kepresidenan.
Apalagi pada 30 Oktober 2011, misalnya, Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia, merilis hasil survey yang menyatakan 49,9 persen responden survey tidak puas terhadap kinerja SBY dan hebatnya sekitar 61,1 persen tidak puas terhadap kinerja Wapres Boediono. Survey ini dilakukan dari tanggal 12 hingga 20 Oktober 2011 dari 33 Provinsi memanfaatkan 1.200 responden. Menurut Zaenal A Budiyono, Executive Director DCSC, publik mengalami kekecewaan terhadap presiden sebagai efek dari rendahnya tingkat kepuasan terhadap wakil Presiden yang hanya mencapai 28,6 persen (vivanews.com, 2011).
Jadi, tak salah bila Ikbal, mencoba mengingatkan Wapres atas kinerja selama ini. Di dalam perspektif demokrasi, tersampaikannya aspirasi rakyat merupakan pilar utama lahirnya gerakan demonstrasi mahasiswa. Apalagi mahasiswa - dalam perspektif kesejarahan Indonesia - ialah bagian tak terpisahkan terwujudnya kebijakan pro rakyat. Wajar bila demonstrasi menyalurkan aspirasi dilakukan dengan cara membentangkan poster saat pejabat Negara berpidato memperingati hari-hari besar. Toh tidak ada korban jiwa dari aksi tersebut, hanya sang demonstran saja yang mengalami luka-luka, baik fisik maupun psikis.
Dalam perspektif psikologi, justru meluapkan apa yang menjadi beban dalam kehidupannya merupakan indikator dari kesehatan mental. Individu yang sehat secara mental tidak terus-menerus memendam kekesalan dan kekecewaan hingga berlarut-larut, yang kadangkala mengakibatkan seseorang terganggu mental. Rumusan kesehatan jiwa ialah bersikap terus terang ketika ditimpa kekesalan. Apa yang dilakukan Ikbal, sebetulnya merupakan kewajaran psikologis. Apabila dibandingkan dengan warga yang hanya bisa meratap di belakang saja ketika hidupnya tak kunjung sejahtera, mahasiswa kritis tak pantas disebut sebagai orang yang mengidap kelainan jiwa.
Pernyataan inilah yang tak diterima Himpunan Mahasiswa (Hima) Persis Jabar. Mereka mengancam akan mengadukan Danpaspampres ke Mabes Polri apabila tidak melayangkan permohonan maaf atas pernyataan tersebut. Sebab, pernyataan itu terkesan untuk membela tindakan represif Paspampres. Karena itu, melalui halaman facebook, Dukung Pembebasan Bersuara Ikbal Sabarudin, yang dibuat oleh Kader Hima Persis Jawa Barat, dukungan terhadap kebebasan bersuara demi tegaknya demokrasi di Indonesia pun digalang. Apa yang dilakukan mahasiswa ini mesti diapresiasi karena mengungkapkan realitas yang dirasakan dan dilihat kasat mata dan ini mengindikasikan seseorang sehat secara mental.
Sangat gegabah bila menyamakan sikap kritis dengan kelainan jiwa. Kalau betul bahwa kritis merupakan kelainan jiwa, mungkin Amien Rais juga boleh dibilang memiliki kelainan jiwa ketika dengan berani memimpin penumbangkan rezim otoriter Orde Baru pada 1998. Kalau saja kritis disamakan dengan kelainan jiwa, mungkin Pong Harjatmo, yang menaiki gedung DPR-MPR RI juga ialah orang yang memiliki kelainan jiwa. Dan, kalau pun kritis boleh disamakan dengan kelainan jiwa, saya pikir kemerdekaan negeri ini merupakan produk kelainan jiwa bangsa Indonesia, yang dengan gagah berani merebut kemerdekaan dari penjajah, sebab mereka kritis dan memegang teguh kebebasan berdemokrasi untuk memiliki Negara sendiri.
Saya pikir individu yang sedang mengidap kelainan jiwa itu pantas disematkan kepada para pejabat Negara, Presiden, dan wapres, yang dengan tanpa rasa bersalah membiarkan korupsi merajalela. Membiarkan kebiadaban laku korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai menu santapan bernegara dan berbangsa. Bukankah indikator seorang individu yang sakit jiwa itu merasa dirinya benar sendiri, dan tidak pernah merasa melakukan kesalahan, bahkan seringkali ngamuk tidak karuan ketika hendak didiagnosa? Maka Paspampreslah yang pantas disebut sebagai individu dengan kelainan jiwa tinimbang Ikbal Sabarudin, yang mengatakan bahwa korupsi itu harus dikutuk bangsa Indonesia. Memang aneh sikap pejabat dan aparat bangsa ini, orang yang mengutuk korupsi kok dibilang memiliki kelainan jiwa.
"Sungguh..... aneh...tapi nyata". Kata Obie Mesakh mah. Hahaha