Mohon tunggu...
Sukron Abdilah
Sukron Abdilah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, yang lupa bahwa sebetulnya ia harus menuliskan realita dan gagasan. Akhirnya akun kompasiana ingat lagi sandinya. hehehe

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Neng Fatonah

5 Desember 2009   10:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal itu secara tidak langsung menciptakan sebuah komunitas yang membawa nilai-nilai kota ke kampung. Apalagi pemuda dan pemudinya. Tidak lagi memakai celana sontog. Tidak lagi ada perempuan berkebaya.

***

GUNTUR...guntur...guntur. Seorang kernet angkot jurusan terminal Guntur-Sukaregang melambai-lambai. Aku dan Neneng berjalan ke arah angkot berwarna hijau itu. 5 tahun yang lalu aku masih sering naik angkot jurusan Guntur-Sukaregang. Pukul setengah tujuh dari terminal dan sampai ke sekolah sekitar pukul tujuh kurang seperempat. Pintu gerbang dikunci kalau sudah lewat dari pukul tujuh. Biasanya kalau terlambat aku tak masuk. Menunggu waktu istirahat tiba. Ya, pintu gerbangnya pasti akan dibuka. Begitulah seterusnya sampai kelas tiga tingkat atas.

"Kiri mang...!"

Ongkosnya 3 ribu berdua. Kubayar dimuka pak sopir dengan tangan kanan. Biasanya pak sopir juga menerimanya dengan tangan kiri. Aneh. Apa tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Pak sopir kebanyakan mengambil ongkos dari penumpangnya dengan tangan kiri. Ah, itu tidak apa-apa. Mungkin tanggung, karena tangan kanan memegang kemudi stir mobil.

Assalamu'alaikum....?!

Wa'alaikum salam...!!

Aduh si geulis udah datang. Siapa ini teh? tanya bu Ida sambil melirik padaku.

Neneng hanya tersipu malu. Merah wajahnya. Dan, ibunya sudah mengerti. Ia langsung mempersilahkanku untuk masuk ke dalam. Kami mengobrol apa saja dengan kedua orang tuanya. Asyik juga. Ternyata tidak seseram yang aku kira. Arah pembicaraannya ngalor-ngidul. Tidak ada pakem tertentu atau tema pembicaraan khusus seperti yang sering dilakukan peserta seminar.

Aku kaget bercampur gembira. Ya, ibu dan bapak mah tergantung pada si Neneng. Kan yang akan berumah tangga juga si Neneng bukan ibu dan bapak. Tapi, yang terpenting kalian harus siap mengarungi samudera kehidupan ini. Saling mengawasi. Menjaga. Memelihara. Dan, bermusyawarah kala ada persoalan-persoalan yang sedang mengimpit.

"Kalau Ujang udah bulat sebulat-bulatnya untuk lakirabi dengan si Neneng, kapan atuh waktunya?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun