Inilah akhir dari trilogi Batman besutan sang sutradara jenius, Christopher Nolan. Setelah kesuksesan dua film pendahulunya, Batman Begins (2005) dan The Dark Knight (2008), Nolan kini melanjutkannya dengan merilis The Dark Knight Rises (TDKR) tanggal 20 Juli esok.
[caption id="attachment_195053" align="aligncenter" width="300" caption="screenrant.com"][/caption]
Dikisahkan, setelah delapan tahun sejak terbunuhnya Joker, Gotham telah menjadi kota yang damai. Kejahatan menurun drastis setelah pemerintah menerapkan Dent Act yang mengijinkan pemberian hukuman berat serta peniadaan pembebasan bersyarat bagi pelaku mafia kejahatan. Undang-undang ini diambil dari nama Harvey Dent, jaksa wilayah yang tewas pada film sebelumnya. Sejak itu, Harvey Dent dianggap sebagai pahlawan dan dijadikan simbol kedamaian kota Gotham. Ironisnya, Batman malah menjadi antagonis yang dipersalahkan atas kematian Dent.
Perasaan bersalah dan kesedihan karena meninggalnya Rachel membuat Bruce Wayne hanya mengurung diri di rumahnya. Selama delapan tahun itu, Batman dan Bruce Wayne tak pernah muncul lagi di kota Gotham. Bruce bahkan membiarkan tubuhnya menjadi ringkih dan pincang. Sampai-sampai ia harus memakai tongkat untuk berjalan.
Kemunculan Bruce dimulai ketika Selena Kyle, seorang penculik yang dijuluki The Cat, mencuri kalung mutiara peninggalan ibunya. Dia tepergok ketika menyamar sebagai pelayan yang masuk ke kamar Bruce. Kedoknya terbongkar dan Bruce menyadari Kyle juga telah mencuri sidik jarinya. Sayang, Kyle berhasil meloloskan diri sehingga Bruce tak banyak mengetahui motif pencurian itu.
Kyle ternyata berusaha menjual sidik jari Bruce kepada John Dagget, miliuner Gotham lainnya. Saat bertransaksi, Dagget yang mencoba berbuat curang balik dikelabui oleh Kyle dengan mengumpankan seorang anggota Kongres yang ia culik. Polisi datang dan mengira kawanan Dagget sebagai penculiknya. Kyle yang hampir saja dibunuh anak buah Dagget kembali berhasil selamat.
Pengejaran terhadap anak buah Dagget sampai melibatkan Kepala Kepolisian Kota, Jim Gordon. Malangnya, Gordon tertangkap dan dibawa ke markas kawanan penjahat yang berada di saluran air bawah tanah. Dari sini terungkap bahwa pimpinan komplotan tersebut adalah Bane, yang di awal film diceritakan berhasil menculik Dr. Pavel, seorang ahli nuklir.
Singkat cerita, Gordon berhasil kabur meski mengalami cedera parah. Bruce yang mengetahui peristiwa ini semakin meyakini adanya ketidakberesan di kota Gotham. Puncaknya, kelompok Bane melakukan penyerangan ke pasar saham kota Gotham. Kejadian inilah yang akhirnya memaksa Batman untuk kembali menampakkan diri. Dari sini penonton mulai dipaksa berpikir keras untuk mereka-reka kejahatan besar apa yang direncanakan oleh Bane dan komplotannya.
Seperti dua film sebelumnya, Nolan masih getol mengeksplorasi sisi kemanusiaan Bruce Wayne. Seolah belum tuntas mendewasakan Bruce, Nolan masih berkutat dengan ketakutan dan kekuatan jiwa yang mengombang-ambingkan kepribadian Bruce. Bedanya kali ini Nolan membalikkan filosofi ketakutan. Bruce yang telah berhasil membuang rasa takutnya ternyata belum sepenuhnya mampu menguasai jiwanya. Ini terlihat saat Bruce gagal meloloskan diri dari penjara Bane. Seorang kakek tua yang tinggal di samping selnya menghardik Bruce sebagai penakut. “Kau tidak takut mati. Itu yang membuatmu lemah.“
Musuh utama Batman kali ini memang Bane. Karakter Bane telah muncul selama bertahun-tahun dalam versi komik sebagai musuh besar Batman. Dan di film ini, Bane diceritakan sebagai anggota League of Shadows yang terkucil. Kebengisan sosok Bane mampu ditonjolkan dengan begitu sempurna oleh Tom Hardy. Sang sutradara bahkan sempat berujar bahwa Tom Hardy telah membawa aura Darth Vader ke dalam sosok Bane.
Nama-nama aktor kawakan seperti Christian Bale (Bruce Wayne), Morgan Freeman (Lucius Fox), Michael Caine (Alfred), dan Gary Oldman (Jim Gordon) masih tetap tampil prima. Kolaborasinya bersama rekan-rekan baru Batman menjadikan film berdurasi 2,5 jam ini lebih hidup. Terlebih Nolan lihai menyuguhkan ketegangan di lebih dari separuh film sehingga durasi yang panjang itu tak sedikitpun mencuatkan kebosanan penonton.
Sosok memikat Anne Hathaway juga menjadi daya tarik tersendiri. Selena Kyle yang ia perankan tak ubahnya tokoh Black Widow di film Iron Man dan The Avengers. Ia adalah pemanis dan pemikat maskulinitas film super hero yang juga berlumur kekerasan. Akting memukau Joseph Gordon-Levitt yang memerankan John Blake juga pantas mendapat acungan jempol. Sebagai “daun muda”, Gordon-Levitt berperan mengubah nuansa gelap sosok sang super hero menjadi tampak lebih segar.
Bagi para penggemar teknologi film tiga dimensi, film ini mungkin sedikit mengecewakan. Tidak seperti film-film super hero lainnya, TDKR “hanya” tampil dengan format 2D. Ya, Nolan memang dikenal sebagai satu dari sedikit sutradara yang masih keras kepala menolak teknologi 3D untuk film-filmya. Meski begitu, teknik pengambilan gambar yang detil dan khas dari Christopher Nolan, tampaknya akan mampu mengubur kekecawaan penonton. Terlebih dengan tampilan kualitas IMAX, ruang lebar dalam film ini berhasil menggambarkan detil kebesaran kota Gotham serta wajah-wajah tegang ribuan pasukan polisi dan penjahat kala dipertemukan dalam perang besar.
Pada akhirnya, The Dark Knight Rises akan menjadi penutup dahaga pecinta film Batman yang berkualitas. Sayang sekali, Nolan jauh-jauh hari sudah berkoar tidak akan ada lagi sekuel The Dark Knight. Padahal film ini masih menyimpan banyak potensi cerita yang sayang jika tidak dilanjutkan dalam sekuel berikutnya. Kita doakan saja Nolan mau berubah pikiran. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H