Mohon tunggu...
pungipung
pungipung Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Selebriti

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Homeland Season 4, Pergulatan Seorang Carrie

7 Oktober 2014   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:59 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412673556983438136

[caption id="attachment_346532" align="aligncenter" width="614" caption="sho.com"][/caption]

Kalau anda mencari film seri tentang perang terorisme yang cukup memenuhi kaidah cover both sides, saya akan merekomendasikan serial ini; Homeland. Tahun ini adalah tahun keempat serial keluaran Showtime Networks ini. Sejak awal, Homeland sudah langsung menyedot perhatian publik. Kritikus menghujani cukup pujian. Puluhan penghargaan berhasil disabet, disamping ratusan nominasi yang sudah tercatat hingga kini, termasuk Emmy dan Golden Globe. Apresiasi publik menjadi makin fenomenal ketika duo pemeran utamanya menyabet penghargaan aktor dan aktris terbaik.

Tema yang diangkat Homeland memang kontroversial; kisah kembalinya seorang marinir tawanan teroris Irak yang lalu dicurigai menjadi mata-mata musuh. Cerita ini berkembang sebagai sajian utama dengan bumbu gambaran perang Amerika melawan teroris.

Homeland menyajikan sudut pandang umum bangsa Amerika terhadap Islam, terhadap terorisme, lengkap dengan kiasan keangkuhannya. Menariknya Homeland, dalam penarasiannya, tak secara vulgar menjadikan Amerika sebagai protagonis dan pihak di seberangnya sebagai teroris yang antagonis. Ia menjadi penutur yang tak congak memvonis satu pihak sebagai pihak yang benar dan lainnya salah. Bahkan berkali-kali Homeland secara halus mengumbar kemunafikan pemerintah Amerika dalam “perang sucinya” ini. Secara implicit, Homeland seolah ingin mengirim pesan bahwasanya dalam sekian banyak kasus, Amerika-lah sejatinya sang teroris itu.

Di episode perdana season keempat ini, ada satu kutipan kalimat menarik dari Martha Boyd, duta besar Amerika untuk Pakistan. “I saw the kill list after 9/11. Do you know how many names on it? Seven. Including Bin Laden and al-Zawahiri. You know how many names on it today? Over 2.000. it’s Alice in fucking wonderland.”

Lepas dari akurasi kebenarannya, kalimat pembuka ini kembali menegaskan bahwa di tahun keempatnya, Homeland akan tetap konsisten sebagai, tak hanya hiburan, namun juga sekaligus otokritik bagi kebijakan perang Amerika melawan terorisme.

Kekuatan cerita yang diangkat Homeland adalah penggambaran data dan fakta yang bersanding menawan dengan plot fiksi para sineas Hollywood. Tak hanya mengupas kejadian faktual yang telah terjadi, Homeland juga menyelaraskan analisis kondisi yang sedang terjadi dalam alur kisahnya.

Simak skenario cerita di musim ketiga lalu. Kemampuan penulis skenario yang mampu menyisipkan gonjang-ganjing Iran dalam latar belakang skenario film benar-benar menorehkan kekaguman penonton.

Kita tahu saat itu iran sedang menjadi sorotan dunia dengan kehadiran presiden barunya yang lebih reformis dan “bersahabat” dengan barat. Homeland pun menceritakan adanya pejabat tinggi Iran yang direkrut sebagai aset (intel) CIA yang baru. Tujuan jangka panjang Saul Berenson (direktur CIA) adalah memperalat asset tersebut untuk mendukung terwujudnya perdamaian antara Iran dengan barat.

Entah kebetulan atau tidak, pada penghujung 2013 kita juga sama-sama tahu bahwa konferensi P5+1 akhirnya benar-benar sukses menghasilkan kesepakatan antara Iran dengan barat. Bahkan presiden Obama dikabarkan melakukan pembicaraan telepon bersejarah dengan presiden Iran. Bersejarah karena percakapan langsung tersebut adalah yang pertama sejak revolusi islam Iran meletus. Media pun sepakat menyebut momen ini sebagai titik pijak bagi perdamaian Iran dan Amerika.

Untuk “kebetulan” itu, kredit poin pantas diberikan untuk penulis naskah yang menciptakan skenario secerdik ini. Tak mengherankan pula jika diwartakan bahwa film ini menjadi serial favorit presiden Obama.

Di luar kekuatan cerita, para pengisi peran di serial ini juga cukup memukau. Penghargaan Emmy dan Golden Globe untuk aktor-aktris terbaiknya sudah cukup jadi bukti bukan? Pasangan Damian Lewis (Nicholas Brody) dan Claire Daines (Carrie Mathison) memang bagian utama dari kekuatan itu. Kini di season empat, tanpa Damian Lewis, Claire Danes lah menjadi yang paling utama. Tak perlu lagi meragukan Claire Daines disini. Cukup ingat keanggunannya di masa lalu sebagai pasangan Leonardo di Caprio dalam film Romeo + Juliet atau kecantikan perannya sebagai Cossete di Les Miserable.

Season empat boleh dikata menjadi awal antiklimaks dari seluruh rangkaian Homeland sejak season pertama. Akhir tragis petualangan Brody di tiang gantungan rezim Iran menjadi pamungkas dari seluruh ketegangan yang dirajut Brody dan Carrie. Bangun cerita yang terangkai dari awal seolah berakhir total dengan selesainya hidup Brody dan keluarnya Saul dari CIA. Karena itu, cerita baru diciptakan lagi di season keempat ini.

Alkisah, kecerobohan misi pengeboman seorang tersangka teroris di Pakistan menimbulkan kepanikan di tubuh CIA. Carrie yang sebelumnya dipromosikan sebagai kepala perwakilan CIA di Istanbul (dan entah bagaimana prosesnya sampai ternyata sekarang ia menjabat sebagai station chief di Kabul) ikut terlibat dalam misi ini. Ia ditugaskan ke Islamabad namun sialnya ia harus menyaksikan rekannya, chief station Pakistan, tewas dihajar massa. Carrie pun ditarik kembali ke Langley sehingga membuatnya tak sempat mencari tahu akar kecerobohan tersebut.

Posisi baru sebagai pejabat menengah CIA dan juga ketiadaan Nicholas Brody menjadikan Carrie sentral dalam plot awal season keempat. Sisi humanis Karakternya pun ikut dikupas hingga ke dalam. Dalam lakon barunya, Carrie bergulat dalam tiga persimpangan karakter; sebagai ibu dari seorang bayi yang tak begitu dikehendakinya, sebagai wanita yang baru ditinggal belahan jiwanya secara menyedihkan, dan sebagai agen intelijen penderita bipolar yang workaholic.

Dan kita akan mengerutkan dahi melihat sosok Carrie sebagai ibu. Pun sebagai seorang station chief, ia  tak lagi seperti Carrie yang dulu, Carrie yang halus dalam bimbingan Saul Berenson. “You are a monster!” begitulah umpatan kemarahan seorang pilot penerbang yang pernah menjalankan misi untuknya. Tak lama, kalimat serupa juga diucapkan oleh Peter Quinn, partner terdekatnya.

Kemunafikan Carrie yang tak ingin dekat anaknya sedikit menjadikannya antagonis yang dingin. Manipulasi dilakukan agar ia bisa kembali bertugas di lapangan, jauh dari anaknya. Sampai-sampai  sempat ia berpikiran untuk menenggelamkan si bayi saat memandikannya.

Dua episode pilot yang baru tayang ini menegaskan bahwa Carrie yang sekarang sudah berubah. Homeland pun kini akan berbeda. Jalan cerita tentunya masih panjang. Selamat mengikuti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun