Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pentingnya Menjaga Citra

4 Januari 2018   11:23 Diperbarui: 13 Juli 2018   07:55 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
legaleraindonesia doc.

Di era komunikasi modern saat ini sungguh hal yang tidak sulit untuk pencitraan. Pencitraan dalam pengertian membangun citra maupun menjaga citra. Pencitraan di dunia politik negeri ini sering dikonotasikan dengan hal-hal yang negatif. Padahal pencitraan sejatinya adalah bermakna positif. Manusia diciptakan merupakan citra atau gambaran dari kehendak Allah. Tetapi dalam tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang citra Allah melainkan citra dalam perpolitikan di Indonesia, secara khusus pemerintahan Jokowi.

Di era Orde Baru pencitraan dalam dunia politik memang tidak begitu terlihat karena politik sangat didominasi oleh pemerintah yang didukung mayoritas tunggal Golkar.  Namun pasca Orde Baru, khususnya era pemerintahan SBY, banyak yang menilai sarat dengan pencitraan yang dikonotasikan negatif. Penonjolan diri maupun partai sebagai yang hebat namun sesungguhnya terbukti sebaliknya. Usai pemerintahan SBY banyak kasus korupsi dan proyek mangkrak terkuak.

Saat ini, era pemerintahan Presiden Joko Widodo tuduhan dan celaan dengan tuduhan pencitraan negatif juga masih terjadi.  Blusukan, bagi-bagi hadiah, berpakaian sederhana dianggap pencitraan (negatif).  Resuffle kabinet demi kinerja yang lebih baik dipersoalkan.  Jembatan ambrol, padahal dibangun jaman pemerintahan yang terdahulu, Jokowi yang disalahkan. Bencana alam, Jokowi juga yang disalahkan.  Dan masih banyak contoh lain lagi.

Pencelaan memang paling banyak terjadi di media sosial. Oleh mereka yang asal saja membuat tulisan atau status tanpa dasar yang jelas. Asal membuat pernyataan padahal mereka tidak pernah berperan apa pun yang positif di pemerintahan saat ini. Perannya hanya umbar celaan tanpa punya ide atau sumbangsaran nyata.

Para pencela ini kemungkinan besar adalah mereka yang tidak bisa lagi korupsi. Mereka yang kehilangan persekongkolan jahat dalam pemerintahan. Mereka yang kehilangan jabatan di pemerintahan karena tidak memiliki kemampuan kerja yang seirama dengan ritme kerja Jokowi yang luar biasa tak kenal lelah.

Penilaian negatif terhadap Jokowi memang paling gencar di media sosial. Media cetak maupun elektronik yang lain sangat jarang menilai negatif. Kecuali televisi dan surat kabar tertentu di negeri ini. Padahal media pemberitaan luar negeri justru selalu menilai positif pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Pencitraan dalam pengertian positif sesungguhnya memang diperlukan demi menjaga citra. Citra mesti dijaga agar senantiasa berkualitas dan berpihak pada kepentingan rakyat. Salah satu contohnya adalah pembangunan infra struktur. Membangun infra struktur, terutama di luar Jawa dan daerah tertinggal, memang bisa saja dianggap pencitraan tetapi pencitraan demi menjaga citra sebagai pemerintahan yang sungguh berpihak kepada rakyat kecil.

Memang benar pembangunan tersebut sebagian dibiayai oleh hutang luar negeri tetapi pasti sudah diperhitungkan bahwa itu sebagai sarana untuk meningkatkan produktifitas masyarakat yang pada akhirnya tentu untuk kemandirian bangsa dan negara. Ibaratnya sebuah penataan bisnis dan bahkan keluarga juga kadang  harus berhutang lebih dahulu. Berhutang sepanjang untuk percepatan pembangunan demi kepentingan rakyat banyak, bukan merupakan hal yang negatif. Tentu ini berbeda dengan  berhutang tetapi kemudian untuk dikorupsi berjamaah.

Pemerintahan Jokowi tentu bukannya tanpa salah. Dia bukan Superman. Tak ada orang yang sempurna. Apakah para pencela adalah orang yang sempurna? Silahkan merefleksi diri. Berusaha menjadi orang yang baik dan terlebih menjadi yang terbaik mengutamakan kepentingan rakyat banyak adalah ibadah. Mencela terus menurus tanpa melihat sisi positif adalah justru sebaliknya, pasti bukan ibadah.

Pak Jokowi  pasti senantiasa memperhatikan celaan itu. Celaan biarlah menjadi sarana untuk menjaga citra. Menjaga kualitas diri agar senantiasa memimpin negara ini dengan semangat pengabdian kepada rakyat yang memberi amanah kepadanya.

Tetap semangat pak Jokowi. Rapopo dicela oleh para pembencimu. Rakyat yang waras mendukungmu. Senantiasa kerja, kerja dan kerja. Buktikan kecintaanmu kepada negeri ini. Gusti ora sare.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun