Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

amrih mulya dalem gusti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keberagaman itu Manusiawi

12 Februari 2014   09:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak pernah belajar secara khusus tentang filsafatdan teologi apalagi ilmu agama namun seringkali merasa aneh dengan pendapat banyak pejabat dan beberapa politisi praktis negeri ini yang mengaku dirinyaagamis. Saya juga sering mengikuti pendapat para pejabat maupun wakil rakyat yang tidak mengakui keberagaman. Para pemuka agama yang menjelekkan penganut agama atau kepercayaan lain.

Semestinya kita sadar bahwa negara dan bangsa Indonesia ini terbentuk oleh keanekaragaman suku, bangsa, budaya, norma-norma dan bahkan agama. Sungguh tidak manusiawi kalau setiap kali terjadi perbedaan pendapat, apalagi masalah keyakinan dan agama, lalu penyelesaiannya dengan kekerasan dan ketidakadilan. Bukankah dasar negara ini dengan jelas dan tegas menjamin keberagaman itu.

Lebih lanjut terlepas apakah negara ini menjamin keberagaman (pluralitas) atau tidak seharusnya kita sadar bahwa kita ini manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dengan keunikan dan talentanya masing-masing. Tidak ada satu pun manusia yang diciptakan sama. Perbedaan itu sebanding dengan jumlah manusia yang ada. Perbedaan dan keberagaman adalah keniscayaan.

Sebagai manusia apalagi mengaku ber-Tuhan tetapi memusuhi perbedaan. Mengatakan mengimani Tuhan tapi membunuh manusia sesamanya. Menurut saya ini sungguh aneh. Saya mungkin bukan penganut agama yang baik, namun sungguh sering merasa sedih dan sekaligus cemas dengan pertikaian saling membunuh yang masih sering terjadi hanya karena perbedaan pendapat.

Masih sering terjadi yang dipersoalkan adalah masalah perbedaan keyakinan dan agama. Berbeda biarlah berbeda dan tidak akan mungkin bisa disamakan. Yang bisa kita samakan adalah cara pandang dan bagaimana kita menyikapiperilaku-perilaku yang tidak menghormati nilai-nilai manusia, apa pun agama dan keyakinannya.. Musuh bersama kita saat ini adalah palanggaran keadilan dan hak-hak asasi manusia. Tentu termasuk di dalamnya adalah korupsi yang akut di negeri ini.

Namun dibagian akhir tulisan pendapat singkat saya ini, saya ingin menegaskan juga bahwa pluralitas juga bukan berarti membenarkan kebebasan yang liar. Meskipun keberagaman kita harus diakui, kenyataan kita juga hidup dalam masyarakat yang memiliki kesepakatan tatanan. Kita masing-masing tidak hidup sendirian. Aku membutuhkan aku-aku yang lain dan aku-aku yang lain juga membutuhkan aku. Maka selama kita masih berada dalam masyarakat ini tatanan yang sudah disepakati mestidisadari dan ditaati.

Menyadari dan memahami pluralitas itu manusiawi.

Salam damai penuh cinta.

***

Solo, Rabu, 12 Februari 2014

Suko Waspodo

www.sukowaspodo.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun