Pernyataan tersebut mungkin terasa berlebihan dan terkesan sangat mendewakan Jokowi, namun itulah faktanya. Dari berbagai survei semakin pasti menunjukkan tingkat elektabilitas Jokowi yang kian dahsyat. Tidak ada satu pun hasil survei yang memposisikan Jokowi tidak pada posisi teratas. Di lain pihak hasil survei terhadap elektabilitas partai, PDI-P justru stagnan dan bahkan cenderung menurun. Paling tidak itu yang dapat kita lihat dari hasil survei Litbang Kompas.
Berdasarkan hasil survei Kompas yang dilaksanakan pada Desember 2013, PDI-P punya elektabilitas atau tingkat keterpilihan 21,8 persen. Angka itu menurun apabila dibandingkan dengan hasil survei Kompas pada Juni 2013, dimana elektabilitas partai itu 23,6 persen. Tingkat elektabilitas itu juga masih di bawah target perolehan suara PDI-P pada pemilu legislatif, yaitu 27 persen, demikian seperti yang dilansir Kompas pada Kamis, 9 Januari 2014.
Berikut ini hasil survei Kompas pada Desember 2013, setelah PDI-P di peringkat pertama dengan elektabilitas 21,8 persen, Partai Golkar berada di urutan kedua dengan elektabilitas 16,5 persen. Sementara elektabilitas Partai Nasdem naik dari 4,1 persen pada Juni 2013 menjadi 6,9 persen pada Desember 2013. Elektabilitas Partai Hanura melonjak dari 2,7 persen (Juni 2013) menjadi 6,6 persen (Desember 2013). Elektabilitas Partai Nasdem dan Partai Hanura pada Desember 2013 ada di atas PKB yang elektabilitasnya justru turun dari 5,7 persen (Juni 2013) menjadi 5,1 persen.
Hasil survei elektabilitas PDI-P ini berbeda dengan hasil survei terhadap Jokowi. Dukungan untuk Jokowi terus melejit, setidaknya berdasarkan rangkaian survei yang digelar Kompas. Namun, tren serupa tak terjadi untuk partai yang membesarkannya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Bila suara Jokowi melompat dari 17,7 persen menjadi 43,5 persen dalam rentang waktu setahun, 2012 hingga 2013, dukungan untuk PDI-P justru melorot.
Fenomena ini menunjukkan bahwa rakyat tidak begitu peduli dan bahkan cenderung apatis terhadap partai. Rakyat tidak lagi banyak berharap akan adanya perubahan nasib mereka dari hasil pemilu legislatif. Mereka justru berharap banyak terhadap hadirnya seorang pemimpin yang akan memperjuangkan nasib mereka. Dan hasil dari semua survei menunjukkan bahwa rakyat butuh Jokowi. Bahkan meskipun dia diusung oleh partai manapun.
Pada Pemilu 2014 nanti tampaknya Pilpres akan lebih seru daripada Pileg, dan secara khusus adalah faktor Jokowi. Seandainya Jokowi tidak dicapreskan pasti Pemilu 2014 tidak akan menarik lagi. Kepribadian kandidat dinilai bakal menjadi penentu dalam Pemilu Presiden 2014 di Indonesia. Kondisi itu dikenal sebagai personality politics. Sosok yang paling berkharisma (dan) mampu menggugah perhatian rakyat yang akan terpilih. Pemilu kali in tampaknya tidak akan ditentukan oleh ideologi ataupun platform partai politik. Indonesia saat ini mengalami kondisi personality politics, dalam hal ini bisa kita lihat dari melejitnya popularitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
Perkembangan politik maupun semua hasil survei semakin menunjukkan bahwa rakyat sangat membutuhkan Jokowi karena untuk saat ini rakyat merasakan hanya Jokowi yang paling mampu memahami mereka. Pola kepemimpinannya semenjak sebagai walikota Solo hingga sebagai Gubernur DKI nyaris tanpa cela. Maka tidak berlebihan kalau kita memperkirakan bahwa Pemilu 2014 tidak akan menarik tanpa Jokowi. Merdeka!
Salam damai penuh cinta.
Referensi Berita:
# PDI-P: Elektabilitas Jokowi Membanggakan Sekaligus Mengkhawatirkan
# Jokowi dan "Personality Politics" Penentu Pemilu Presiden 2014
***
Solo, Jumat, 10 Januari 2014
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H