Inilah kenyataan yang berlangsung di negeri ini. Negeri yang mengaku sebagai negeri kaum agamis dan berideologi sangat kental nuansa agamanya tetapi ternyata di dalamnya masih ada kaum durjana berjubah agama. Yang lebih mengherankan pemerintah justru membiarkan semuanya berlangsung tanpa ada tindakan serius untuk mencegahnya.
Situasi ini bisa kita cermati dari berbagai kasus intoleransi yang berlangsung selama ini. Baru-baru ini Setara Institut merilis catatan mereka bahwa Organisasi Masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) paling banyak melakukan pelanggaran kebebasan beragama sepanjang tahun 2013. Setara membagi pelaku pelanggaran dalam dua kategori, yakni lembaga negara dan non-negara (masyarakat).
Tercatat, FPI menjadi pelaku pelanggaran yang paling banyak dalam kategori non-negara. Dari 292 tindakan pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi sepanjang tahun 2013, 117 tindakan dilakukan oleh negara, sementara 175 tindakan dilakukan oleh non-negara. Dari 175 tindakan yang dilakukan oleh non-negara, FPI menjadi kelompok tertinggi dengan 16 kali melakukan tindakan pelanggaran sepanjang tahun 2013.
Yang sungguh mengejutkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi urutan kedua tertinggi dengan 14 kali melakukan pelanggaran. Selain itu, laporan yang menggunakan nama “ormas Islam” menduduki peringkat ketiga dengan 7 kali melakukan pelanggaran.
“Sebenarnya, laporan yang mendapatkan suara paling banyak adalah dengan mengatasnamakan ‘warga’ dengan 65 kali melakukan pelanggaran,” ungkap Bonar Tigor Naipopos, peneliti senior Setara, seperti dilansir kompas.com.
Warga yang dimaksudkan di sini, menurut Bonar, bukan warga sungguhan. Mereka juga anggota ormas Islam seperti FPI dan MUI yang mengatasnamakan dirinya sebagai warga biasa saat melakukan tindakan intoleran. Menurutnya mereka kerap mencopot identitas asli mereka sehingga sulit dikenali oleh masyarakat. Mereka bahkan tidak jarang menggunakan atribut-atribut lainnya untuk menutupi jati diri mereka itu. “Misalnya FPI banyak yang menyamar, mengatasnamakan diri sebagai masyarakat anti gereja ini, gereja itu, banyak lah modus mereka,” jelas Bonar.
Sementara itu, bentuk-bentuk tindakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan di kategori non-negara ini adalah intoleransi dengan 39 tindakan pelanggaran. Penyesatan berada pada urutan kedua dengan 14 kali tindakan. Sedangkan ancaman kekerasan berada di urutan ketiga dengan 11 kali tindakan.
Pelanggaran berupa perusakan properti dan diskriminasi berada di urutan keempat dan kelima dengan sembilan kali tindakan. Pelarangan kegiatan ibadah ada di urutan keenam dengan delapan kali tindakan. Sementara, pembubaran kegiatan agama, perusakan tempat ibadah dan penyerangan berada di urutan selanjutnya dengan tujuh kali tindakan. Jenis tindakan sisanya, dilakukan sebanyak lima kali ke bawah.
Situasi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun di negeri ini dan pemerintah tidak pernah bertindak tegas. Pembiaran terus berlangsung. Pelecehan terhadap agama minoritas dan penindasan terus terjadi.
Aparat penegak hukum seharusnya lebih tegas dan adil dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut penistaan agama. Jangan selalu lebih membela agama mayoritas meskipun mereka jelas-jelas menindas yang minoritas. Tindakan dan sangsi yang lebih tegas dan kalau perlu pembubaran harus dilakukan terhadap organisasi para ‘preman’ berkedok kaum agamis.
Kelompok-kelompok durjana berkedok agama seperti ini pasti akan terus berlangsung kalau tidak ada hukuman tegas dari penegak hokum. Akhirnya masalah intoleransi ini hanya menjadi lingkaran setan saja dan tidak pernah akan selesai. Negara ini butuh reformasi besar-besaran dalam masalah kehidupan beragama.
Demikianlah tulisan kecil ini disampaikan karena rasa cemas dan prihatin yang berkepanjangan pada situasi pembiaran terhadap kaum durjana berjubah agama yang masih terus berlangsung. Para pengelola negeri ini dan siapapun yang masih ingin menjaga keberlangsungan NKRI mestinya memahami maksud tulisan ini. Rakyat yang menyadari pluralitas senantiasa berharap terhadap kehidupan yang semakin damai dalam keberagaman. Semoga ungkapan yang mungkin terkesan blak-blakan ini bisa menjadi bahan refleksi kita bersama.
Salam damai penuh cinta.
Referensi Berita:
Setara: FPI Dominasi Pelanggaran Kebebasan Beragama Sepanjang 2013
***
Solo, Rabu, 24 Juli 2013
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H