tepi ngarai membentang hijau damai
kuhisap tetesan embun di pucuk ilalang
gemericik pancuran bambu kecil sungai
alirkan kehidupan tak pernah usang
Bahkan doa kita pun bisa menjadi puisi yang indah. Penggalan puisi ini menunjukkan hal itu. Silahkan menikmatinya.
Tuhanku ya Allahku
kupersembahkan diriku hanya kepada Mu
apapun yang Engkau perbuat atas diriku
aku terima
akan kujalani dengan senang hati
apapun kehendak Mu padaku
aku bersedia menanggung segala-galanya
di dalam diriku dan di dalam semua ciptaan Mu
Seperti itulah sedikit contoh sederhana yang biasanya muncul dalam puisi. Ungkapan kejujuran yang mengalir dengan jernih. Dalam memaknai puisi juga diperlukan kejujuran hati, tak boleh dengan kemarahan. Seperti di era pemerintahan negara ini dimasa lalu. Banyak penulis maupun penyair kritis yang dipenjarakan hanya karena menulis keprihatinan yang terjadi di masyarakat secara kritis, pemerintah tersinggung. Bukankah pemikiran mestinya dibalas dengan pemikiran; tulisan dibalas dengan tulisan. Bukan dengan kekerasan. Beruntung generasi masa kini sudah mengalami kebebasan dalam berekspresi. Maka sebaiknya gunakan media penulisan untuk menyampaikan ungkapan kejujuran hati.
Sering terungkap oleh mereka yang belum mulai mencoba menulis puisi, bahwa mereka menyukai puisi dan ingin menulis puisi tapi takut puisinya jelek. Sesungguhnya tidak ada puisi yang jelek. Semuanya tergantung yang memaknainya. Kunci utamanya adalah seperti yang diungkapkan oleh Judy Collins – kejujuran hati. Ungkapkan apa adanya yang ada dalam hati dalam karya puisi.
Demikianlah ini sekedar berbagi pengalaman dalam proses kreatif penulisan puisi. Selamat berkarya.
Salam kreatif penuh cinta.
***
Solo, Jumat, 21 Februari 2014
Suko Waspodo
www.sukowaspodo.blogspot.com
Ilustrasi: www.kutembak.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H