Setiap kali saya menikmati Kompasiana terutama tulisan artikel maupun komentar terhadap artikel khususnya politik selalu ada rasa risi dan tidak rela dengan media ini terhadap ulah para kompasianer yang bersikap tidak ksatria. Sikap tidak ksatria itu terlihat dengan semakin banyaknya kompasianer yang tidak jelas jatidirinya.
Ketidakjelasan ini terlihat dengan tidak menampilkan foto diri sendiri dan bahkan juga tidak menggunakan namanya sendiri. Hal ini mungkin tidak masalah bagi penulis fiksi yang memang biasanya ada yang suka mengunakan nama samaran. Namun menjadi masalah bagi penulis non-fiksi, terlebih yang menyangkut artikel politik yang biasanya menyangkut pribadi tertentu, misalnya menilai SBY, Jokowi, Megawati dan sebagainya.
Bukankah sikap yang tidak terpuji dan tidak ksatria apabila kita menilai suatu situasi dan bahkan menilai seseorang dengan tidak menunjukkan jatidiri kita. Kalau itu pujian mumgkin tidak masalah namun bisa menjadi masalah kalau itu kritikan dan bahkan cercaan. Itu ibarat "lempar batu sembunyi tangan". Berpikir dan bersikap ilmiah seharusnya jujur. Memalukan kalau kita menulis artikel tentang pejabat atau penguasa yang korup sementara penulis sendiri tidak jujur dengan menyembunyikan diri sendiri.
Memang banyak kompasianer yang tidak jelas jatidirinya tapi tulisannya bermutu, namun sungguh lebih indah kalau jatidirnya tidak disembunyikan. Mereka yang tidak menampilkan jatidirinya saya yakin bukan bermaksud rendah hati tapi justru menunjukkan keangkuhan dan sekaligus kebodohan. Artikel yang bertujuan memperbaiki situasi dan mencerdaskan sebaiknya juga disampaikan secara ilmiah dan terbuka. Seandainya ada yang menganggap media ini hanya sebagai ajang main-main, maka saya menyarankan admin kompasiana untuk memasukkan tulisan mereka yang tidak jelas jatidirinya pada rubrik humor saja. Tidak perlu ditampilkan dalam HL maupun TA meskipun yang membaca dan memberi vote banyak. Dalam hal ini perkecualian untuk tulisan fiksi.
Dalam tahun politik yang semakin panas ini saya mengusulkan admin Kompasiana lebih selektif dalam menilai, menyaring dan menampilkan tulisan para kompasianer. Kita memang sudah berada dalam era kebebasan pers namun bukan berarti boleh sembarangan menulis dan dengan mudah minta maaf pada saat ada yang tidak berkenan dengan tulisan kita. Saya cemas kalau kompasiana tidak dikelola dengan cerdas akan menjadi bumerang dan yang paling mengkawatirkan akan mengganggu kredibilitas Kompas sebagai induknya.
Saya memang bukan wartawan maupun mantan wartawan dan tidak pernah belajar tentang jurnalistik, namun saya yakin bahwa ada kode etik dan sopan santun dalam dunia pers. Maka saat saya mengisi jajak pendapat tentang kompasiana beberapa minggu yang lalu salah satunya saya mengusulkan tentang kejelasan jatidiri para kompasianer.
Tulisan saya kali ini mungkin menyakitkan hati para saudari-saudara saya kompasianer yang tidak menampilkan jatidirinya. Namun tulus hal ini saya tulis karena kecintaan saya pada anda para penulis Kompasiana khususnya dan kepada Kompasiana sebagai media citizen journalist yang saya cintai.
Akhirnya saya hanya bisa berharap tulisan ini tidak disalahpahami.
Salam kompasianer sejati.
Solo, 3 April 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H