Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Alkohol Bukan Kunci Relaksasi: Menemukan Ketenangan Sejati Tanpa Alkohol

13 Oktober 2024   10:15 Diperbarui: 13 Oktober 2024   10:18 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Horizon Health Services

Alkohol sering dianggap sebagai solusi untuk menghilangkan stres, terutama setelah hari yang panjang dan penuh tantangan. Pesan masyarakat bahwa minuman adalah cara terbaik untuk melepas lelah sudah menyebar luas, diperkuat oleh budaya pop, iklan, dan lingkungan sosial. Namun, gagasan bahwa alkohol penting untuk relaksasi menyesatkan, sering kali membuat orang terjebak dalam siklus ketergantungan tanpa menawarkan kedamaian sejati. Berita baiknya? Anda tidak perlu alkohol untuk rileks, dan membingkai ulang hubungan Anda dengannya dapat menghasilkan ketenangan yang lebih dalam dan lebih berkelanjutan.

Kesalahpahaman Umum: Alkohol sebagai Jalan Pintas untuk Melepas Lelah

Banyak orang percaya bahwa tanpa alkohol, mereka tidak dapat sepenuhnya rileks. Lagi pula, minum setelah bekerja telah menjadi identik dengan "menghilangkan stres." Namun, mengapa kepercayaan ini begitu meluas? Secara budaya, alkohol digambarkan sebagai pereda stres terbaik. Tokoh dalam film menuangkan segelas minuman untuk diri mereka sendiri untuk meredakan ketegangan, dan frasa "Saya butuh minuman" sering diucapkan selama masa stres dalam percakapan sehari-hari. Paparan yang terus-menerus ini dapat membuat kita merasa seolah-olah alkohol adalah satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk menghilangkan stres.

Namun, mengandalkan alkohol sebagai alat relaksasi mengganggu ritme alami tubuh. Meskipun tampaknya memberikan kelegaan segera, alkohol sebenarnya meningkatkan stres dalam jangka panjang. Alkohol mengganggu tidur, mengacaukan keseimbangan hormon, dan sering kali menimbulkan perasaan gelisah atau cemas setelah efeknya hilang.

Siklus yang Membahayakan: Bagaimana Keyakinan tentang Alkohol Membentuk Pengalaman Kita

Keyakinan bahwa alkohol diperlukan untuk relaksasi menciptakan perangkap psikologis. Ketika kita mengaitkan penghilang stres dengan minum, kita secara tidak sengaja melatih otak kita untuk mendambakan alkohol setiap kali kita merasa tegang. Seiring waktu, hal ini tidak hanya memperkuat perilaku tersebut tetapi juga membuat ketenangan terasa seperti kehilangan---kehilangan sesuatu yang menenangkan.

Bagi banyak orang, keyakinan ini menjadi penghalang untuk berubah. Orang yang memilih ketenangan sering kali berjuang melawan rasa takut bahwa mereka tidak akan pernah benar-benar rileks lagi, membuat prospek untuk berhenti minum alkohol terasa seperti pengorbanan yang menakutkan daripada perubahan hidup yang positif. Semakin lama keyakinan ini berlaku, semakin sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari cengkeraman alkohol.

Namun, gagasan ini---hubungan mental antara alkohol dan relaksasi---tidak didasarkan pada fakta. Ini adalah perilaku yang dipelajari, yang diperkuat oleh budaya, media, dan norma sosial. Di sinilah Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy/CBT) berperan: dengan menantang keyakinan yang mengakar ini, kita dapat mengubah otak agar tidak lagi melihat alkohol sebagai hal yang penting untuk kedamaian.

Mengubah Narasi: Mengubah Keyakinan Anda untuk Ketenangan yang Berkelanjutan

Salah satu alat yang paling memberdayakan untuk melawan godaan minum adalah dengan menantang keyakinan bahwa alkohol merupakan kebutuhan untuk relaksasi. Dalam CBT, ini adalah prinsip utama: keyakinan kita membentuk emosi dan perilaku kita. Ketika kita mengubah keyakinan bahwa alkohol adalah kunci untuk melepaskan diri, kita mulai mengubah keinginan yang terkait dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun