Di antara lembayung senja yang tergores, tersembul rahasia yang terpendam dalam sorot mata lelah. Ternyata, Pak Lurah, kamu tidak berhenti, melangkah di atas puing-puing kepercayaan yang kamu remukkan sendiri.
Bunga-bunga kebenaran layu di taman hati yang sunyi, ketika dusta, nepotisme, dan kolusi menjamah hatimu yang terkikis. Pak Lurah, kamu telah terjerat dalam labirin nafsu, mengoyak keadilan, memperdagangkan harga diri, tanpa ragu.
Dalam kerumunan wajah-wajah yang terpinggirkan, terpampang luka-luka yang tak kunjung sembuh oleh belas kasihan. Pak Lurah, bisikan-bisikan kebenaran menggema di lorong hatimu yang kelam, namun kamu memilih tuli, kamu memilih buta, membiarkan malu menari dalam kepalsuan.
Ternyata, Pak Lurah, kamu tak punya malu, kamu mabuk akan kekuasaan palsu yang kamu ukir dalam khayalanmu yang busuk. Namun ingatlah, waktumu akan tiba, saat karma menghampirimu dengan penuh ketegasan yang tak terelakkan.
Di ujung jalan yang kamu pilih dengan sembrono, tersingkaplah tabir keadilan yang menanti. Dan pada akhirnya, dalam penyesalan yang menggelegak, kamu akan merasakan malu yang tiada terkira, saat memandang cermin kehidupan yang kamu rusak.
***
Solo, Kamis, 25 April 2024. 1:12 pm
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H