Kritik terhadap politik, terutama terkait peran pemimpin, seringkali mengemukakan bahwa seorang pemimpin seharusnya bukanlah seorang "penguasa" yang otoriter, melainkan seseorang yang memberikan teladan dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin yang baik dianggap seharusnya mengikuti prinsip-prinsip moral dan etika yang tinggi, serta mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan kecil.
Berikut adalah beberapa kritik terhadap model kepemimpinan yang bersifat otoriter atau "penguasa" dalam politik:
1. Kritik terhadap Otoritarianisme
Pemimpin yang memperlakukan dirinya seperti penguasa atau otoriter cenderung melupakan prinsip dasar demokrasi. Mereka mungkin mengabaikan pendapat dan aspirasi rakyat, mengambil keputusan tanpa konsultasi, dan mengesampingkan mekanisme demokratis seperti pemilihan dan kebebasan berekspresi.
2. Kurangnya Akuntabilitas
Model kepemimpinan yang otoriter seringkali tidak transparan dan kurang akuntabel terhadap rakyat. Karena kekuasaan mereka tidak terbatas, mereka tidak harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada publik.
3. Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan
Pemimpin yang memandang dirinya sebagai penguasa dapat memiliki kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Ini bisa berupa korupsi, nepotisme, atau tindakan sewenang-wenang lainnya yang merugikan masyarakat.
4. Tidak Menginspirasi atau Menciptakan Ketergantungan
Kepemimpinan yang bersifat otoriter cenderung tidak menginspirasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara. Sebaliknya, mereka menciptakan ketergantungan di mana rakyat tidak merasa memiliki tanggung jawab atau keterlibatan dalam pembangunan negara.
Dari sini, banyak kritikus politik mempromosikan model kepemimpinan yang berfokus pada memberikan teladan dan bertanggung jawab kepada rakyat. Beberapa poin yang mungkin menjadi inti dari kritik ini adalah:
1. Etika dan Moralitas