Di alam candaan dan imajinasi tinggi, dimana tawa bergema di langit, di sana terdapat sebuah kisah, absurd dan berani, dalam sejarah yang konyol, diceritakan.
Seseorang pernah berpikir untuk mencapai bintang, bukan dengan roket, atau mobil mewah, tapi dengan sebuah tangga, tinggi dan megah, sebuah tangga membentang, tidak direncanakan.
Dia memanjat dengan harapan, dan memanjat dengan gembira, masing-masing anak tangga merupakan langkah menuju takdir, ke atas dan kian tinggi, dia berani bangkit, menuju surga, melewati langit.
Tapi oh, kebodohan pencariannya, untuk lebih tinggi, lebih tinggi dia menekan, sampai tangga itu, gemetar, berguncang, dan dunia di sekelilingnya memang terlihat.
Dengan mata mengejek dan seringai tertahan, mereka menyaksikan dia memanjat, ketika kebodohan menang, karena dalam meraih mimpi-mimpi luhur, realitas meledak.
Dan saat dia tertatih-tatih, di tepi jurang, dia menyadari dengan tiba-tiba berpikir, mencapai ketinggian itu sangat menggelikan, hanya sebuah lelucon, makian orang bodoh.
Dia terjatuh sambil menangis, kembali ke bumi, dimana semua mimpi berada, namun pada kejatuhannya, sebuah pelajaran ditemukan, di puncak kekonyolan, suara hikmah.
Karena walaupun kita berusaha mencapai langit yang tak terlihat, terkadang mimpi kita terlalu ekstrim, dan dalam tawa kita, kita harus melihat, keseimbangan absurditas.
Jadi marilah kita bercanda, dan marilah kita bermain, tapi jangan pernah kehilangan diri kita sendiri, karena di dunia yang konyol, terletak benih kebenaran, enak.
***
Solo, Sabtu, 2 Maret 2024. 7:43 am
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H