Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dampak Negatif Jika Menteri hingga Wali Kota yang Maju Pilpres Tak Harus Mundur dari Jabatannya

27 November 2023   13:33 Diperbarui: 27 November 2023   13:39 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: kontek.co.id

Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 tahun 2023 yang tidak mengharuskan pejabat negara, baik menteri hingga wali kota, mundur dari jabatan mereka saat maju di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

PP No. 53 tahun 2023 ini merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

PP terbaru ini mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 32 Tahun 2018 yang pengaturannya mencakup pengaturan bahwa menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan sebagai Capres dan Cawapres tidak harus mundur dari jabatannya, permintaan persetujuan dan izin dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta tata cara pelaksanaan cuti dalam Pemilu.

PP Nomor 53 tahun 2023 telah ditetapkan dan mulai berlaku sejak Selasa 21 November 2023. Maka selanjutnya, pejabat negara yang menjadi calon presiden (Capres) maupun calon wakil presiden (Cawapres) dan maju di Pilpres 2024 tidak harus mundur dari jabatan mereka.

Dalam konteks politik seperti ini, jika Menteri atau Wali Kota yang maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tidak diwajibkan untuk mundur dari jabatannya, beberapa dampak negatif dapat muncul. Berikut adalah analisis lebih rinci:

Konflik Kepentingan: Dalam konteks politik, Menteri atau Wali Kota yang tidak mundur dari jabatannya saat maju Pilpres dapat menciptakan konflik kepentingan yang signifikan. Mereka dapat menggunakan sumber daya dan pengaruh yang dimilikinya sebagai pejabat untuk kepentingan kampanye mereka, menimbulkan pertanyaan etika dan integritas.

Pembagian Fokus dan Kinerja Pemerintah: Partisipasi pejabat tinggi dalam kampanye Pilpres tanpa mundur dapat mengakibatkan pembagian fokus dan waktu mereka antara tugas-tugas pemerintah dan kepentingan politik. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pelaksanaan program-program pemerintah dan pelayanan publik.

Polarisasi Politik dan Ketidakstabilan: Keterlibatan pejabat tinggi dalam Pilpres tanpa mundur dapat memperkuat polarisasi politik di antara kelompok-kelompok masyarakat. Ini dapat meningkatkan ketidakstabilan politik dan sosial, terutama jika ada perpecahan di dalam pemerintahan atau di tingkat lokal.

Ketidaknetralan Aparat Pemerintah: Keberlanjutan pejabat tinggi dalam jabatannya selama kampanye Pilpres dapat mengancam netralitas aparat pemerintah, terutama aparat yang berada di bawah pengaruh langsung atau tidak langsung mereka. Hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap integritas institusi pemerintah.

Ketidakadilan Persaingan Politik: Menteri atau Wali Kota yang tidak mundur dari jabatannya dapat memiliki keunggulan yang signifikan dalam persaingan politik. Mereka bisa menggunakan sumber daya pemerintah, jaringan politik, dan akses ke media secara lebih efisien dibandingkan dengan pesaingnya, menciptakan ketidakadilan dalam kompetisi politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun