Pada dasarnya, ketika seseorang telah mengatakan atau melakukan hal-hal yang bermasalah (yang tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat), maka masyarakat memiliki kemampuan untuk berhenti mendukung mereka (red: pelaku kejahatan) dan berhenti memberikan peluang pekerjaan untuk mereka.
B. Cancel Culture sebagai Pengucilan Ekstrem
Tentunya dalam hal kontrol sosial, kita dapat menerima dampak positif dari cancel culture, tetapi hal ini juga dapat berujung pada tindakan yang buruk dan menghilangkan aspek sudut pandang hitam putih terhadap pelaku tindak kejahatan.Â
Sebagai manusia yang beradab tentu kita perlu menyadari bahwa kita harus membiarkan individu belajar dari kesalahan mereka.
Ini menunjukkan paradoks cancel culture sebagai alat kontrol sosial. Cancel culture menjadi ekspresi dari proses pengucilan sosial yang lebih umum. Kemungkinan ekstrem dari tindakan cancel culture adalah pengucilan sosial bersifat koersif.
Cancel culture berpotensi berubah menjadi intimidasi dan tindak bullying. Tindakan cancel culture yang tidak tepat dapat membuat seseorang (yang diboikot) terisolasi secara sosial dan kesepian. Hal tersebut akan memicu kecemasan, depresi, dan meningkatkan kecenderungan bunuh diri yang lebih tinggi.
C. Justice Culture, Cancel Culture & Mass Media Ethics
Sejumlah pertanyaan mulai muncul sebagai bahan pertimbangan dari tindakan cancel culture terhadap pelaku tindak kejahatan. Apakah masyarakat perlu melakukan kontrol sosial menggunakan cancel culture sementara kita mempercayai nilai-nilai dari keadilan?
Bagaimana nilai dari kesetaraan yang kita percayai dimana kita memahami bahwa setiap individu memiliki hak untuk belajar dari kesalahannya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan lebih mudah terjawab, seandainya fenomena glorifikasi terhadap pelaku tindak kejahatan seksual tidak terjadi.
Melihat apa yang terjadi hari ini terkait petisi pemboikotan pelaku tindak kejahatan seksual dari layar kaca menjadi bahan telaah bagi kita semua bahwa permasalahan ini bukan tentang ketidakpercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai keadilan yang diberikan penegak hukum atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai kesetaraan.