Komoditas cabai adalah salah satu komoditas yang sangat penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai  banyak digunakan masyarakat sebagai bumbu masakan dan juga rempah. Cabai merah memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dalam pasaran. Dalam penanganan pasca panen produk cabai masih terbilang sangat sederhana sehingga resiko kerusakan akan sangat tinggi terjadi. Cabai merah sendiri sangat rentan mengalami kerusakan dan juga akan dibutuhkan dalam bentuk segar, sehingga pengemasan dan juga transportasi pendistribusian dari produsen ke konsumen harus dilakukan dengan tepat dan benar (Siahaan dan Purwanto, 2020).
Saat ini cabai tidak hanya didistribusikan secara mentah melainkan banyak olahan cabai yang sudah mulai banyak berkembang di Indonesia. Permintaan konsumen terhadap cabai baik berupa produk mentah maupun produk olahan meningkat setiap tahunnya dikarenakan pemuda banyak yang minat dengan makanan pedas akhir-akhir ini. Selain itu, produk olahan cabai juga sudah mulai banyak berkembang tiap tahunnya, mulai dari makanan pokok hingga cabai bubuk yang berbentuk kemasan. Pasca panen menjadi penentu dalam pengemasan maupun pendistribusian produk olahan cabai. Jika dalam menyimpan maupun mendistribusikan terdapat kesalahan tentu mutu produk akan menurun dan menyebabkan harga menurun.
Dalam proses produksi atau penanaman cabai, benih diambil dari tanaman yang sebelumnya sudah dibudidayakan sehingga menyebabkan kualitas benih tidak sebaik yang pertama digunakan. Hal itu akan berpengaruh pada keragaman tumbuhan, produktivitas tanaman yang tergolong rendah dan juga rentan terkena penyakit. Apalagi penyakit pada cabai bermacam-macam ditambah dengan gangguan dari hama. Sebaiknya dalam proses produksi cabai menggunakan benih yang baru dan memiliki mutu terjamin agar tanaman nantinya menghasilkan produktivitas tinggi dan juga lebih mudah terhindar dari penyakit yang menyerang cabai.
Selain masalah mengenai benih cabai, modal dalam usaha tani juga menjadi masalah selanjutnya. Penggunaan dana modal yang tidak tepat tentu akan memengaruhi seluruh proses produksi. Petani tradisional utamanya petani cabai cenderung menggunakan modal kecil untuk satu musim tanam, padahal seharusnya modal yang dikeluarkan oleh petani cabai merah lebih besar dari tanaman jagung dan memiliki resiko kegagalan lebih tinggi pula. Keterbatasan modal terutama pada pembelian pupuk, obat-obatan, penutup plastic cenderung akan meningkat saat memasuki masa tanam. Besarnya modal yang dikeluarkan saat produksi tidak sebanding dengan besar hasil yang diperoleh pada satu kali musim tanam ( Pratiwi dan Suparmini, 2017).
Permasalahan mengenai modal sangat umum terjadi pada bidang pertanian, utamanya pada petani cabai. Modal yang dibutuhkan untuk petani cabai dalam sektor kecil tentu banyak, sehingga mereka harus meminjam untuk dapat melanjutkan proses produksi. Pada pemberi pinjaman sering terjadi bunga yang besar bagi peminjam. Hal ini tentu memberatkan para petani untuk meminjam modal, ditambah dengan persyaratan yang dirasa cukup ruwet dalam mengurusnya. Hendaknya pemerintah lebih prihatin dengan keadaan seperti ini, seperti menyediakan bank penkreditan dengan dana yang mudah dikeluarkan tanpa memberatkan petani dan juga bunga yang kecil setiap peminjamannya. Dengan seperti itu, kekurangan modal bagi para petani cabai dapat diatasi sehingga proses produksi cabai tetap akan berjalan dengan lancar.
Meroketnya harga cabai sudah menjadi hal biasa dalam setiap tahunnya. Ditambah lagi permintaan cabai dari tahun ketahun semakin meningkat mengingat pertumbuhan penduduk juga meningkat. Menurut, Abdul Hamid (2020) permasalahan mengenai harga cabai ini sudah menjadi permasalahan klasik, perubahan iklim, penyakit pada tanaman yang berkembang, lahan yang menyempit, tanah yang kesuburannya kurang adalah menjadi penyebab dari permasalahan itu, selain itu cara budidaya petani yang tidak berkembang sesuai dengan keadaan yang ada juga menjadi faktor dari permasalahan itu sulit ditemukan solusinya. Lonjakan yang terjadi beberapa waktu belakanganini terjadi dikarenakan gagal panen serentak disejumlah wilayah akibat iklim yang berubah tidak sesuai prediksi petani. Dengan kondisi seperti ini tentu akan merugikan petani dikarenakan tanaman mereka akan mengalami gagal panen terus menerus jika prediksi mengenai cuaca mereka salah.
Permasalahan yang terjadi pada pertanian cabai sangat beragam. Mulai dari proses produksi yang masih menggunakan benih buatan sendiri yaitu mengambil dari budidaya sebelumnya, selanjutnya mengenai modal yang masih dirasa kurang dan sulit untuk didapatkan. Pada pasca panen pun cabai harus diperlakukan sebaik mungkin karena produk cabai sangat rentan mengalami kerusakan pada saat pengiriman dan penyimpanan.Â
Permasalahan yang sering muncul adalah kenaikan harga cabai dipasaran. Hal ini disebabkan berbagai faktor misalnya adalah gagal panen yang dialami petani secara serentak diberbagai daerah. Pemerintah memiliki peran penting dalam penyelesaian masalah yang ada. Pemerintah dapat memberi pembinaan mengenai bagaimana cara bertanam cabai dengan baik dan benar, mulai proses produksi hingga pemasaran produk. Selain itu, penyuluhan pertanian juga dirasa dapat membantu mengatasi masalah yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H