Mohon tunggu...
SVN
SVN Mohon Tunggu... -

A person who admits that life and death are two parts of incredible journey...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketajaman Batin: Menerka Berita Duka

8 Juli 2015   22:45 Diperbarui: 4 Agustus 2017   11:21 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum Wr.Wb

Ketajaman batin saya kembali teruji. Sudah entah berapa kali di dalam hidup saya, ada semacam kemampuan untuk menerka banyak hal yang terlihat ‘abstak’ dan impossible bagi sebagian orang. Sejak zaman dahulu,,, saya mampu mendeteksi siapa saja teman yang ‘palsu’. Sekumpulan orang-orang yang mengaku sebagai teman, tetapi juga ‘menusuk dari belakang’. Frasa ini tidak saya tujukan bahwa di masa lalu saya pernah ditusuk menggunakan pisau apalagi gergaji. Bukan! Saya biasa mendeteksi kebohongan, kepalsuan dan gelagat buruk dari orang lain. Cara merasakannya? Melalui geliat di dalam batin. Mungkin bagi saya pribadi, jika anda tidak suka, benci, atau ingin mengkritik saya, ungkapkanlah secara jelas dan santun di depan saya. Mengerikan jika yang terjadi adalah sebaliknya. Bukan itu saja.

            Tapi, hari ini, yang terjadi adalah kabar duka. Saya ikut berduka atas kepergian sahabat pria dari ayah saya. Jauh lebih muda sekian tahun di bawah ayah saya. Terkena jantung+stroke+diabetes. Innalillahi Wa Inna Lillahi Rajiun. Semoga ALLAH SWT memberikan ketabahan pada istri dan kedua anak perempuannya, yang jauh lebih muda dan lebih alim, dibandingkan saya. Sejak beberapa hari lalu, awal Juli, memang entah kenapa, ada buliran air mata turun merengsek di pipi. Sedang teringat atas kenangan sekian belas tahun dengan saudara kesayangan saya yang tampan , tinggi dan gaul. Memiliki kemampuan bermusik di atas keluarga kami. Kepekaan bermusiknya memang sangat tinggi. Kesedihan yang sangat dalam. Sangat dalam, lebih dalam dari palung Samudera Atlantik…

Memang saya tidak tahu persis siapa beliau. Tapi, beliau adalah teman ibu saya juga. Secara tidak langsung, beliau adalah teman dari dua sejoli, orang tua saya. Entah berkaitan atau tidak, tapi gejala mengingat kepergian anggota keluarga saya itu sedekat ini dengan tanggal kematian sahabat pria dari ayah saya. Feeling saya sudah terbukti sejitu ini.

Entah apa yang terjadi, memang ada semacam tradisi Jawa yang sangat kental di dalam keluarga ibu saya. Bisa dibilang, ada generasi nenek nomor berapa di atas saya (tapi bukan nenek saya yang merupakan ibu dari ibu saya) di keluarga ibu yang memang mampu melihat hal-hal gaib, yaitu lewatnya salah satu ruh putri raja, dari sebuah kerajaan di Jawa(entah Jawa sebelah mana?) dengan delman dan pengawal-pengawal kerajaan di depan rumah di kota sana. Jika tidak salah, saya pernah mendengar cerita itu. Nah, dalam budaya Jawa, jika tidak salah, saat anda mendengar hewan-hewan yang berteriak di dekat kuburan, maka akan ada orang yang anda tahu dan berada dalam lingkaran sosial anda akan dijemput Tuhan. Percaya atau tidak, sebulan lalu, saya dan ibu saya memang mendengar si makhluk bersayap yang berwarna hitam dan berteriak-teriak itu di dekat kuburan. Tapi, ayah saya tak mendengar apapun. Buat saya pribadi, mendeteksi rahasia, kebohongan, gosip, kepalsuan kepribadian dan menggunjing dari jauh adalah keahlian terpendam saya. Dunia seperti ini akan sangat mudah anda temukan dalam kehidupan sosial anda, terlebih di panggung politik. Tidak ada teman/sekutu sejati, yang ada adalah kepentingan yang abadi. It’s political value  I like the most after learning it. It reflects reality. There’s no beautiful reality! Realita kehidupan itu jahat dan penuh ketidakadilan. Jadi, waspadalaah! Bersikap PPGT barangkali sesekali harus digunakan. 

Terakhir, selamat jalan, pak. Semoga ALLAH SWT mengampuni anda. Ayah saya sangat kehilangan anda, pak. Terimakasih sudah menjadi teman diskusi dan bercakap-cakap ayah saya. Semoga ALLAH SWT melapangkan jalan anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun