Manusia memang makhluk sosial, tapi karena untuk memahami makna sosial seutuhnya itu kiranya butuh waktu yang relatif panjang bahkan sampai sepanjang jatah hidup kita di dunia. Maka dari itu, perlu jam terbang tersendiri untuk berpikir secara santai, dalam istilah kerennya mungkin kita telah mengenal kata "kontemplasi" atau secara sederhananya adalah renungan.
Renungan yang mengarahkan pikiran kita untuk menghasilkan buah aksi yang sejalan dengan akal sehat dan hati yang suci. Sehingga ketika bersosial itu kita menjadi manusia yang saling menghargai dan menghormati perasaan satu sama lain. Dari kesadaran itulah peluang kedamaian, kasih, dan sayang sesama manusia khususnya akan terwujud. Selain itu, kita pun terhindar dari istilah "sok sial". Paling tidak, kita dapat menghadapinya secara dewasa dan bijaksana untuk mengevaluasi kedepannya.
Semua proses tersebut memerlukan sesuatu yang sangat penting. Namun, seringkali disepelekan oleh banyak makhluk yang bernama manusia. Tiada lain sesuatu yang sangat penting tersebut adalah "kita butuh waktu sendiri" untuk berkontemplasi. Merenung, apalah diri ini sebenarnya? Siapa diri ini sesungguhnya? Â Kapan diri ini bisa menjadi manusia seutuhnya? -atau paling tidak separuhnya-. Kenapa diri ini terkadang seperti hewan yang tak berakal atau lebih dari itu? Kemana dan dimana diri ini akan kembali? Bagaimana bisa diri ini meraih kebahagiaan selamanya?
Kembali mempelajari hal-hal terdekat, yaitu yang ada dalam diri kita sendiri. Berkontemplasi bukan berarti melamun tanpa arti. Namun, merenung lebih dalam sedikit untuk menemukan sebuah arti. Banyak penemuan hebat yang didapatkan ketika seorang individu manusia bersosial dengan dirinya sendiri.
Menyapa bagaimana kabar mata, apa saja yang telah dilihatnya. Menyapa bagaimana kabar telinga, tentang apa saja yang telah di dengarnya. Menyapa bagaimana kabar lisan, seberapa jauh perkataannya bermanfaat bagi orang lain ataupun sebaliknya dan seterusnya.
Ketika merasa lelah dan perlu merumuskan kembali strategi perlu kita "recall" (bahasa mobile legend) menuju "base" seraya melihat maps kemana dan hero mana yang harus diprioritaskan bantuan kita terhadapnya. Jangan memaksakan kehendak untuk "maniac" jika kondisi tidak mendukung. Alhasil kegagalanlah yang akan mengusap secara tidak langsung agar kita bisa lebih memperhatikan keadaan. Jadi, mari kita luangkan waktu sendiri untuk berkontemplasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H