Mohon tunggu...
Sukma Dwi Meyrena
Sukma Dwi Meyrena Mohon Tunggu... -

Jiwa kedua yang lahir di bulan Mei, dan membawa kebahagiaan. Amiin ~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasib Pendidikan Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus

26 Februari 2018   08:08 Diperbarui: 5 Maret 2018   22:18 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia pendidikan memang tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Setiap aturan dalam koridor pendidikan pasti akan mendapatkan sorotan dari berbagai pihak mulai dari perubahan kurikulum KTSP  menjadi K-13, penerapan full day school, dan juga pendidikan inklusi.

Topic mengenai pendidikan inklusi pun menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Setiap anak yang lahir di dunia pasti memiliki potensi, kecerdasan, dan keistimewaan masing-masing. Namun tak sedikit orang tua yang menganggap anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai aib atau cela yang tak patut untuk dibanggakan bahkan diakui.

Paradigma kuno seperti ini tidak semestinya berkembang di era milenial. Orang tua "zaman now" seharusnya tahu bagaimana memaksimalkan setiap apa yang melekat pada anak bukan malah mendoktrin dan menjadikan anak minder.

Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan, potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 

Hal ini diperkuat dengan UUD 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan "seiap warga berhak mendapatkan pendidikan", lalu UUD 1945 Pasal 32 ayat (2) yang menegaskan "setiap warga ank a wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya", serta UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu".

Pendidikan inklusi secara formil dideklarasikan pada tanggal 11 Agustus 2004 di Bandung, namun pada praktiknya pendidikan inklusi belum sepenuhnya berjalan karena manajemen dan perlindungan yang kurang dari pihak sekolah kepada siswa ABK yang  menjadikan anak sering dibully bahkan trauma untuk kembali ke sekolah pun dengan kurang nya tenaga ahli yang khusus menangani siswa ABK. Padahal adanya pendidikan inklusi ini untuk tidak membatasi ruang gerak siswa ABK dan agar siswa ABK tumbuh dan berkembang dengan baik.

Dalam pelaksanaannya terdapat pro dan kontra akan pendidikan inklusi, seperti berikut ini :

Pro Pendidikan Inklusi :

  1. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem terbaik untuk pendidkan anak berkebutuhan khusus
  2. Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan sekolah reguler
  3. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah pelosok tidak dapat bersekolah di SLB karena jauh dan biaya ynag tidak terjangkau
  4. SLB yang memberikan program asrama terkesan memisahkan anak dari kehidupan sosial, sedangkan sekolah inklusi lebih menyatukan anak dengan kehidupan nyata
  5. Timbulnya paradigma bahwa anak yang sekolah di SLB adalah anak cacat sedang anak yang sekolah di regular adalah anak normal sehingga menimbulkan labelisasi/diskriminasi pada ABK
  6. Melalui pendidikan inklusi akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat agar menghargai adanya perbedaaan

Sedangkan Kontra terhadap pendidikan inklusi :

  1. Peraturan perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus
  2. Banyak orangtua yang tidak ingin anaknya bersekolah di sekolah reguler
  3. Beberapa sekolah reguler belum siap menyelenggarkan pendidikan inklusif karena menyangkut sumber dana yang terbatas
  4. SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis dan didampingi oleh pengajar professional di bidangnya

Pelaksanaan pendidikan inklusi perlu adanya sinergi dari dari berbagai pihak baik keluarga, masyarakat, pendidik, dan pemerintah. Adanya pendidikan inklusi ini untuk menepis pandangan masyarakat bahwa siswa ABK juga patut untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan yang lain, bukan untuk disepelekan atau bahkan dicela.

Seharusnya pemerintah lebih menyiapkan langkah untuk mewujudkan pendidikan inklusi ini agar tersebar rata baik di daerah pelosok ataupun bukan. pun, dengan masalah fasilitas untuk para siswa ABK/difabel, hal ini patut untuk ditinjau kembali mengingat kurangnya layanan yang diberikan baik pada jenjang pendidikan dasar ataupun tinggi yang menyebabkan terbengkalainya pendidikan yang ada. Hanya ada beberapa lembaga pendidikan saja yang telah memberikan fasilitas penuh untuk para siswa ABK. Siswa ABK bukanlah siswa yang patut ditempatkan di pojok ruang kelas, bukan pula siswa yang patut mendapatkan ejekan, diskriminasi fisik ataupun psikis dari berbagai pihak, mereka adalah siswa spesial yang patut untuk dibimbing dan dibanggakan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun