Akhir pekan ini dunia pendidikan dikejutkan dengan insiden meninggalnya Ahmad Budi Cahyanto, seorang guru honorer di SMA Negeri 1 Torjun, Sampang pada 1 Februari 2018 lalu. Peristiwa ini ditengarai oleh kekesalan HI, siswa yang notabene menjadi pelaku atas meninggalnya guru Budi. HI merasa tidak terima atas perlakuan guru Budi yang mencoret pipinya sebagai peringatan agar tidak mengganggu siswa yang lain dalam pembelajaran di dalam kelas. Namun, coretan yang bermula dari peringatan ini malah berakhir dengan pukulan demi pukulan  yang dilayangkan HI terhadap guru Budi.
Setelah insiden, keduanya dipulangkan. Pun, HI sempat meminta maaf terhadap korban di hadapan teman-temannya, namun aksi HI tidak berhenti sampai di situ. Hingga tersiar kabar guru Budi dilarikan dari puskesmas daerah hingga dirujuk ke RS. Dr. Soetomo Surabaya dan menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 21.40 WIB di hari itu juga dikarenakan MBO atau mati batang otak.
Insiden ini tentu mendapat sorotan dari berbagai pihak baik civitas akademika maupun non akademika. Lantas siapa yang salah atas tindakan HI tersebut? Apakah sepenuhnya pihak keluarga yang dinilai salah dalam pengasuhan? Atau, pihak sekolah yang tidak memberik an bimbingan moral yang baik terhadap murid-muridnya?
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statement tersebut telah dikemukakan oleh Bapak Psikologi Remaja, Stanley Hill pada awal abad ke-20. Pernyataan tersebut sangat sejalan dengan realita yang ada. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan bimbingan terhadap remaja itu sendiri baik dari keluarga ataupun pihak sekolah. kegagalan dalam membimbing itulah yang kiranya dapat memunculkan pelbagai permasalahan.
Masa-masa remaja adalah masa dimana perkembangan emosi mereka masih labil, proses mencari jati diri pun juga berada pada masa ini. Oleh karena itu, remaja membutuhkan bimbingan dimana dari bimbingan tersebut dapat memudahkan, mengontrol, mengarahkan, dan memberi instruksi ataupun nasehat mengenai berbagai hal. Menurut Shetzer dan Shore bimbingan atau Guidance  is a process of helping individuals to understand them selves and their world.Â
Bimbingan seperti ini tidak hanya berfungsi untuk membentuk moral remaja pada saat itu saja, namun jika suatu karakter telah mendarah daging maka dapat dipastikan di kehidupan selanjutnya pun mereka akan dengan mudah meredam berbagai permasalahan/konflik emosi dalam dirinya karena pembiasaan sedari dini.Â
Peran orang tua sebagai madrasah pertama sangatlah penting dalam membentuk karakter, mengarahkan pada hal yang baik, serta meng"cover" mereka dari lingkungan yang dirasa membawa dampak buruk. Sekolah sebagai lingkungan mereka pun juga tidak menutup kemungkinan untuk berperan dalam pengereman tingkah laku siswa. Yakni, dengan adanya peran aktif dari guru bimbingan konseling dalam pengontrolan ataupun pengalihan emosi pada hal yang lebih positif.Â
Layanan yang tepat dari guru bimbingan konseling pun dirasa cukup ampuh sebagai pencegahan preventif agar tidak terjadi insiden yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Paradigma yang salah jika masih berpikir sering komunikasi dengan guru BK adalah murid-murid bandel. Mereka ada untuk memfasilitasi siswa dan membantu dalam pemecahan masalah baik intern atau ekstern dari pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H