Mohon tunggu...
Sukma Chairinnisa
Sukma Chairinnisa Mohon Tunggu... -

Student of SMAN KHUSUS JENEPONTO.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengalaman Baik dan Pengalaman Buruk

7 November 2014   03:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:26 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman Baik :

Jika ditanya mengenai apa pengalaman baik yang saya miliki, saya punya banyak stok untuk semua itu. Tapi jika ditanya mengenai pengalaman terbaik saya, untuk saat ini saya punya satu pengalaman terbaik selama saya hidup di muka bumi ini.

Nama saya Sukma Chairinnisa, lahir di Bandar Lampung, kecil di Malang (Jawa Timur), dan besar di Jeneponto (Sulawesi Selatan). Sewaktu saya masih berumur 4 bulan, saya pindah ke Malang dan menghabiskan sebagian masa kecil saya di sana selama 7 tahun, dan setelah itu barulah saya pindah ke Jeneponto. Kepindahan saya ini disebabkan karena mengikut orang tua saya yang kebetulan Ayah saya yaitu seorang TNI AD.

Jeneponto. Kabupaten yang cukup luas yang berada di Sulawesi Selatan. Memang, kabupaten Jeneponto ini terlihat sangat sederhana. Tapi saya tidak menyesal menghabiskan masa remaja saya di kabupaten ini. Karena di sinilah saya belajar banyak hal. Dan salah satunya yaitu terbiasa memakai jilbab, sehingga saat ini saya sudah berjilbab ikhlas dari hati saya yang paling dalam.

Hal yang paling spesial dari Jeneponto ini bagi saya yaitu sekolah. Ya, ini adalah sekolah tempat di mana saya menimba ilmu. Sekolah yang bernama SMP SMA NEGERI KHUSUS JENEPONTO. Banyak orang yang menanyakan arti “khusus” dari nama sekolah ini. Tapi orang tersebut tidak akan pernah mengetahui arti ”khusus” yang sesungguhnya kecuali ia membuka hatinya dan bisa melihat sekolah tercinta kami ini dengan hati nuraninya yang paling dalam. Banyak orang berkata bahwa kata “khusus” itu berarti siswa-siswi di sekolah kami ini muridnya pintar-pintar semua. Tapi menurut saya sebenarnya bukan masalah pintar atau tidak pintarnya, tapi adalah bagaimana kita bisa berjuang di sana. Bagaimana kita bisa berjuang membawa nama diri sendiri, nama keluarga, dan tentunya mengharumkan nama sekolah tercinta ini agar bisa memajukan kabupaten Jeneponto di kawasan Provinsi bahkan Nasional.

Sekolah ini berbeda dari semua sekolah yang saya tahu di dunia ini. Di sekolah ini kami dididik menjadi seorang siswa yang tangguh. Di sekolah ini saya belajar banyak dari begitu banyaknya pelajaran hidup yang ada. Di sekolah ini saya bisa mencari dengan jelas diri saya yang sebenarnya.

Pada tahun 2011, pada saat saya masih berumur 12 tahun, saya mendaftar menjadi salah satu siswa di SMPN KHUSUS JENEPONTO. Pendaftarannya tidak mudah, proses pendaftarannya cukup panjang. Mulai dari tes kepribadian, tes keagamaan, tes bahasa, tes fisik, sampai tes tertulis. Alhamdulillah saya bisa melewati semua rangkaian tes itu dan bisa masuk menjadi salah satu siswa di sana. Lalu 3 tahun kemudian pada tahun 2014 saya mendaftar lagi di sekolah ini sebagai siswa SMAN KHUSUS JENEPONTO. Tetap dengan rangkaian tes yang sama, kecuali pada bagian tes fisiknya yang dihilangkan karena tes bertepatan dengan bulan puasa. Dan Alhamdulillah, saya bisa menjadi salah satu siswa SMAN KHUSUS JENEPONTO.

Saya merasa sangat beruntung bisa pindah ke Jeneponto, saya merasa sangat beruntung bisa bersekolah di SMP SMA NEGERI KHUSUS JENEPONTO. Ini adalah pengalaman terbaik saya saat ini.

Pengalaman buruk :

Jika saya ditanya mengenai pengalaman buruk yang pernah saya alami, saya bingung akan menjawab apa. Tapi di sini saya akan menceritakan secara singkat pengalaman saya yang tidak menyenangkan.

Sewaktu saya masih SMP di SMPN KHUSUS JENEPONTO, banyak sekali lomba-lomba bergengsi yang bisa diikuti. Seperti OSN (Olimpiade Sains Nasional), BODY (Biology Open Day), dan masih banyak lagi. Saya pernah mengikuti lomba BODY tapi saya hanya berhasil lolos sampai babak kedua saja. Orang tua saya sangat mengharapkan saya bisa dipilih menjadi salah satu perwakilan sekolah dalam lomba OSN. Tapi sayangnya saya tidak terpilih. Saya tahu semua orang memiliki potensi yang sama, tergantung dari seberapa jauh usaha dan kerja keras seseorang. Saya rasa saya memang kurang bekerja keras pada saat itu. Sehingga saya mengecewakan orang tua saya. Dan rasanya sangat menyakitkan melihat orang tua yang sudah banting tulang untuk menyekolahkan kita, tapi kita tidak bisa membuat mereka bangga.

Itu adalah salah satu pengalaman saya yang tidak menyenangkan. Tapi untuk kedepannya saya akan berjuang lebih keras lagi agar mendapat hasil yang terbaik sesuai kerja keras saya. Karena saya tahu bahwa “Usaha keras itu tidak akan pernah mengkhianati. Jika mengkhianati, berarti usahanya belum keras”. Saya akan berjuang sekuat tenaga saya sehingga saya bisa membanggakan kedua orang tua saya untuk kedepannya. Semangat!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun