Mohon tunggu...
Sukma Ayuuu
Sukma Ayuuu Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa universitas islam negeri imam bonjol padang

Olahraga, membaca, scroll tik tok

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Filosofi Terhadap Istilah Alam Takambang Jadi Guru, Bagi Pendidikan Masyarakat Minangkabau

29 Mei 2024   22:30 Diperbarui: 29 Mei 2024   22:49 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nan binguang ka disuruah-suruah

Nan cadiak lawan barundiang

Nan pandai tampek batanyo

Peribahasa di atas mengandung makna bahwa setiap orang mempunyai kedudukan dan proses yang patut dalam masyarakat. Artinya tidak ada manusia yang tidak berguna dan hal itu dipelajari berdasarkan aturan kodratnya sendiri. Jadi belajar tentang alam merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Minangkabau.

Alam Takambang menjadi guru sebagai filosof pendidikan merujuk pada etimologi dasarny. Ungkapan "alam takambang menjadi guru" diambild ari bahasa Minang yang dalam bahasa Indonesia berarti alam berkembang menjadi guru. Seperti yang kita ketahui bersama, bahasa Minang merupakan bahasa sehari-hari suku Minangkabau yang tinggal di salah satu provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Barat. Alam berarti tempat kita hidup, sesuatu yang ada di sekitar kita, tempat lahir dan berkembangnya sesuatu yang diciptakan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. 

Takambang artinya alam yang diciptakan Tuhan bukanlah alam yang sempit, melainkan alam yang luas, tempat berlangsungnya berbagai peristiwa dan dinamika kehidupan. Sekaligus menjadi guru berarti alam dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran, tempat berlangsungnya proses pendidikan yang sangat besar, banyak hikmah yang bisa diambil dari menjalani hidup, yang dapat menjadi pedoman hidup manusia. 

Filosofi alam Minangkabau menempatkan manusia sebagai suatu unsur yang mempunyai kedudukan yang sama dengan unsur-unsur lain seperti tanah, rumah adat, dan nagari. Mereka melihat persamaan status dari kebutuhan pendidikan manusia itu sendiri. Setiap orang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, membutuhkan tanah, rumah, suku, dan desa, sebagaimana ia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. 

Kedudukan di atas membuktikan bahwa keberadaan manusia bergantung pada keberadaan dan kemampuannya dalam menjaga dirinya di alam, disamping itu pemanfaatan alam sebagai sumber pemuasan kebutuhan manusia harus mutlak dilindungi dan dilestarikan, yang menyangkut keberlangsungan hidup saat ini, orang atau anak cucu di masa depan. Masyarakat Minangkabau berpikir dan belajardari persembahan alam. 

Oleh karena itu, tidak jarang peribahasa dan kutipan yang menjadi pedoman tradisi mereka bersumber dari kejadian di alam. Yang kami maksud adalah sumber daya alam seperti tanah, lautan, gunung, bukit, lembah, bebatuan, air, api, besi, tumbuhan, hewan, langit, bumi, bintang, matahari, bulan, warna, suara, dan lain-lain, yang mempunyai aturan tersendiri. Misalnya lautan bergulung, gunung berkabut, jurang air, air bergizi, api membara, batu keras dan besi, kelapa baja, bambu buku, pohon bertunas, kicau ayam, kicau murai, elang tanpa kulit, merah, putih, hitam, dan lain-lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun