Diawali dengan kemunculan perusahaan asal San Fransisco, Uber, Inc pada tahun 2009, jumlah transportasi online bertambah. Di Indonesia sendiri selain Uber, terdapat Grab, perusahaan transportasi online asal Singapura, dan tak lupa perusahaan asli Indonesia yakni Gojek.
Dalam waktu singkat, transportasi online kemudian mendunia. Sebagai contoh, Uber terdapat di 54 negara dengan estimasi 500 ribu hingga 1 juta pengemudi.
Penggunaannya yang sangat mudah, tarif yang lebih murah daripada transportasi umum, dan kecepatan serta jaminan fasilitas yang terstandarisasi secara internasional menjadikan Uber global beberapa tahun terakhir.
Gambarannya adalah ketika seseorang dari Indonesia akan melakukan perjalanan ke London, dia tidak perlu bingung harus menghafalkan jadwal kereta bawah tanah atau kebingungan dengan tarif taksi di London yang bisa jadi di-mark up untuk para wisatawan. Cukup dengan ponsel pintar dan paket data internet serta memiliki aplikasi Uber, mereka sudah bisa memesan transportasi secara mudah dan transparan. Tarif jelas, jenis kendaraan dan identitas pengemudi juga tertera secara rinci diikuti dengan data-data pendukung lain seperti review dari penumpang sebelumnya.
Bahkan dari sebelum mereka sampai ke London, ketika masih di Indonesia, pengguna bisa memperkirakan estimasi tarif dan jarak ke tempat yang dituju di London untuk membuat rincian anggaran dan itinerary.
Globalisasi transportasi online tentunya tidak berjalan mulus. Ketika nyaris semua digital native memilih untuk menggunakan transportasi online dan sebagian digital immigrant yang telah berhasil beradaptasi dengan aplikasinya pun turut serta, keberadaan transportasi konvensional pun mulai tersaingi.
Persaingan antara transportasi online dan transportasi konvensional pun dimulai, dari persaingan yang sehat hingga yang cenderung mengarah ke aksi-aksi yang sifatnya anarkis.
Pengemudi transportasi konvensional di berbagai negara seperti Polandia, Kanada, Italia, Inggris, Australia, dan juga Indonesia mulai melakukan protes keras, mulai dari menuntut pembatasan wilayah penjemputan hingga menuntut transportasi online dihapuskan keberadaannya.
Di Indonesia sendiri, protes terjadi berkali-kali selama dua tahun terakhir, mulai dari yang protes teratur, pemogokan, hingga berujung pada perusakan kendaraan dan penurunan penumpang secara paksa.
Di beberapa tempat di Indonesia, di Surabaya misalnya, situasi antara pengemudi transportasi online dan konvensional terus saja memanas. Berkali-kali pengemudi angkot dan ojek pangkalan melakukan unjuk rasa di kantor Gubernur menuntut untuk tranportasi online dihapuskan.
Selain unjuk rasa, mereka juga melakukan hal-hal yang merugikan seperti pemogokan, penurunan penumpang secara paksa dari transportasi online, bahkan pemerasan dan pemukulan.