MENGATASI RASA MALAS DAN KEBIASAAN MENUNDA PEKERJAAN
Oleh: Sukir Santoso
Manusia dan zona nyaman itu seperti hubungan cinta yang manis tapi penuh jebakan! Coba bayangkan: siapa sih yang tidak suka duduk santai di sofa empuk, ngemil keripik, dan nonton acara favorit? Zona nyaman itu layaknya selimut hangat di pagi hari yang membisikkan, "Tenang, jangan bangun dulu, dunia luar dingin dan penuh cobaan!" Seperti itulah sifat dasar zona nyaman---membuat kita merasa aman, nyaman, dan malas bergerak.
Manusia suka zona nyaman karena, secara naluriah, otak kita didesain untuk menghindari stres dan mencari kebahagiaan instan. Otak itu sebenarnya agak pemalas, dalam arti ia lebih senang berinvestasi pada kegiatan yang menghasilkan "dopamin gratis" (alias rasa senang yang cepat dan mudah). Ketika otak diberi pilihan: menghadapi tugas berat atau bersantai sambil scrolling media sosial? Pasti pilihannya, yang cepat-cepat, yang enak-enak saja!
Kita adalah 'makhluk kenyamanan' sejati. Bayangkan saja, siapa yang lebih suka pergi bekerja saat bisa menikmati rebahan? Siapa yang rela belajar skill baru yang bikin pusing, kalau bisa tetap menjalani rutinitas biasa yang tidak menguras energi? Jadi, kita seperti terperangkap dalam rayuan si zona nyaman yang manis tapi menipu ini. Kita nyaman karena tak ada rasa takut atau risiko yang perlu dihadapi, padahal tahu juga kalau tetap di zona nyaman terus-menerus bikin hidup jadi stagnan atau mandeg.
Tapi begitulah manusia! Cenderung memilih jalan yang tidak menantang karena zona nyaman itu semacam rumah yang tenang. Kadang kita butuh guncangan kecil atau dorongan untuk keluar dari 'pelukan nyaman' ini, dan mulai melihat bahwa di luar sana mungkin ada hal besar yang menunggu---dan itu hanya bisa diraih jika kita berani bangkit dari si zona nyaman.
Benar, rasa malas atau kecenderungan untuk bermalas-malasan sangat berkorelasi dengan keinginan manusia untuk tetap berada di zona nyaman. Zona nyaman adalah kondisi di mana seseorang merasa aman dan bebas dari stres atau ketidaknyamanan. Ketika berada di zona nyaman, seseorang cenderung melakukan aktivitas yang mudah, menyenangkan, atau tidak menantang. Karena itu, keluar dari zona ini sering kali menimbulkan rasa enggan atau ketidaknyamanan, yang bisa memicu rasa malas.
Manusia secara alami cenderung menghindari situasi yang bisa menimbulkan stres, ketidakpastian, atau ketidaknyamanan. Saat menghadapi tugas yang sulit, kompleks, atau tidak menyenangkan, otak secara otomatis memicu perasaan malas sebagai cara untuk "melindungi" diri dari tekanan atau beban. Dengan kata lain, rasa malas adalah mekanisme untuk tetap berada dalam zona yang terasa aman.
Di zona nyaman, aktivitas yang kita lakukan biasanya memberi kepuasan instan---seperti menonton video, bermain game, atau membuka media sosial. Aktivitas-aktivitas ini tidak membutuhkan banyak upaya atau konsentrasi dan menawarkan "reward" cepat yang menyenangkan. Tugas yang sulit atau kompleks sering kali tidak memberikan kepuasan instan, sehingga muncul rasa malas untuk memulainya.
Saat seseorang terlalu lama berada di zona nyaman, rutinitas mereka cenderung menjadi monoton atau tidak menantang. Ini membuat mereka terbiasa dengan cara hidup yang kurang produktif dan lebih sulit memotivasi diri untuk melakukan hal-hal baru atau menantang, yang akhirnya membuat mereka menunda tugas atau pekerjaan yang dirasa menuntut usaha lebih.
Ketika seseorang menghindari tantangan dan hanya melakukan hal-hal yang mudah, mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan baru, mencapai tujuan yang lebih besar, dan menumbuhkan rasa percaya diri.