Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlunya Program Transisi untuk Memulai Tatap Muka

23 September 2021   12:09 Diperbarui: 23 September 2021   17:05 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada prinsipnya bagaimana membuat murid bergembira dulu dan rileks, sehingga setelah rileks murid bisa lebih nyaman mengikuti pelajaran yang lebih serius. Selain itu, diperlukan hubungan rapport yang ramah dan menyenangkan oleh guru terhadap murid-muridnya agar murid merasa nyaman, dan merasa bahwa pembelajaran offline menyenangkan (santai tapi serius).

Misal permainan yang melibatkan kerja sama, meskipun tetap harus menjaga jarak, seperti permaian tebak gaya. Anak-anak diarahkan untuk mendengarkan dan memegang apa yang dikataan guru. Tetapi guru memperagakan yang lain. Guru mengucapkan mata tetapi memegang telinga. Permainan ini akan cukup lucu dan meriah dan akan memulihkan psikologi anak untuk kembali akrab dengan guru dan teman-teman.

Dan masih banyak permainan-permainan modern maupun tradisional yang dapat membuat anak senang dan melibatan interaksi  anak dengan teman-teman dan gurunya.

Kegiatan belajar di sekolah sebaiknya lebih memberikan kesempatan anak untuk berekspresi. Ini saran Avodrin Dunilyta, seorang psikolog lulusan UGM, dalam WA-nya. Kegiatan ini akan membangkitkan rasa keberanian untuk mengkomunikasikan apa yang ada dalam perasaan atau pikirannya, dan akan kembali memulihkan kemampuan bernteraksi dalam lingkungan kelas.

Intinya, pada masa transisi ini guru harus berusaha memulihkan motivasi belajar, perhatian terhadap mata pelajaran, kemampuan untuk berinteraksi dengan guru dan siswa lain, serta kemampuan yang lain yang hilang semasa pembelajaran daring.

Selama berlaku pembelajaran daring banyak dampak negatif yang merundung siswa.

Selama pembelajaran daring, ini sudah bukan rahasia lagi, justru orang tualah yang belajar. Kadang orang tua ingin nilai anaknya kelihatan tinggi, sementara orang tua juga mengalami kesulitan untuk menyuruh anakya belajar, akhirnya jalan pintasnya adalah orang tua mengerjakan tugas anak. Dalam kondisi ini pembelajaran daring tidak mengenai sasarannya.

Anak-anak lebih banyak bermain layang-layang atau game dari gadget-nya dari pada menekuni buku paket atau video pembelajaran yang sudah dibagikan kepadanya. Dipihak orang tua juga timbul kebosanan untuk mendampingi anak mereka untuk belajar. Entah karena alasan kesibukan kerja atau lainnya. Memang tidak semua orang tua begitu, namun kebanyakan memang seperti itulah adanya.

Di sebelah lain, di pihak pendidik karena kurang kompetensinya dalam menggunakan media pembelajaran daring, sehingga pembelajaran daring hanya dibuat asal-asalan. Memang ada satu dua guru yang dapat membuat pembelajaran lewat youtube, blog, zoom dengan  video pembelajaran yang  bagus dan menarik. Namun kebanyakan dari mereka adalah gaptek dalam menggunakan program-program interaktif online. Mereka canggung untuk membuat video pembelajaran. Tidak semua guru mampu mengunggah atau menggunakan fasilitas seperti chanel youtube untuk menayangkan pembelajarannya. Tidak semua guru memiliki blog atau website pribadi untuk berinteraksi dengan siswanya. Anak akan bosan dengan tugas yang monoton lewat WA atau google form yang itu-itu saja. Akhirnya dampak selanjutnya adalah motivasi anak untuk belajar menjadi turun jauh. Rasa tertarik pada mata pelajaran juga hilang.

Untuk memulihkan potensi psikologis anak seperti motivasi belajar, perhatian terhadap mata pelajaran, kemampuan berinteraksi sosial, sikap bertanggung jawab dan potensi lain yang sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik maka diperlukan banyak perhatian dari pihak pendidik dan administrator pendidikan, pihak orang tua dan masyarakat.

Dari pihak sekolah, harus membuat kurikulum khusus masa transisi yang lebih menekankan pada pemulihan psikologis siswa. Dalam kurikulum khusus ini harus dititik beratkan untuk membuat siswa kembali merasa akrab dan nyaman di sekolah. Kegiatan pembelajaran harus dibuat jangan terlalu serius. Kegiatan belajar harus lebih banyak memberikan suasana yang menyenangkan. Misalnya dengan banyak, permainan, menyanyi, makan-makan tau kegiatan yang bersifat rekreasioal. Baru setelah psikologi anak pulih, kegiatan pelan-pelan dibawa ke pembelajaran yang serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun