PERLUNYA PROGRAM TRANSISI UNTUK MEMULAI TATAP MUKA
Sukir Santoso
Mulai Agustus 2021 sebagian sekolah sudah membuka kegiatan belajar mengajar tatap muka. Hal ni disambut dengat penuh semangat baik oleh orang tua maupun siswa. Gurupun menjadi sangat senang karena sudah setahun lebih memendam rindu kepada anak didiknya. Namun untuk memulai pembelajaran tatap muka, setelah setahun lebih melaksanakan secara daring, ternyata menemui banyak kendala.
Masa pandemi Covid 19 ini telah banyak berdampak pada perilaku siswa. Setahun lebih siswa tidak berhubungan dengan guru dan kelas mereka. Walaupun selama ini mereka merindukan guru, kelas dan temannya, mereka menjadi canggung ketika bertemu lagi. Mereka memerlukan proses adaptasi untuk kembali ke suasana psikologis sebelum pandemi.
Dari hasil laporan para guru dan pengamatan, ternyata motivasi belajar siswa untuk mengikuti pembelajaran di kelas menurun jauh dibanding sebelum pandemi. Perhatian siswa terhadap mata pelajaran juga anjlok. Siswa juga menjadi cepat bosan berada di dalam kelas.
Yang sangat memprihatinkan adalah tingkat agresifitas dan asosial siswa tinggi terutama untuk anak anak sekolah dasar. Ini dilihat  dari sifat emosional seperti mudah marah, mudah untuk memukul teman, merebut barang-barang milik teman dan sebagainya.
Untuk memulihkan psikologi siswa dan suasana belajar dan mengajar seperti sebelum pandemi guru harus pandai-pandai mengatur dan membangunnya kembali.
Sudah setahun lebih anak tidak mengenal suasana kelas tatap muka, setahun lebih mereka tidak mengenal kerjasama sesama teman. Sehingga diperlukan ntuk membangun kembali suasana yang kondusif untuk memberikan kesempatan siswa untuk saling mengenal kembali, memberikan kesempatan untuk membangun motivasi berafiliasi dengan teman maupun gurunya, memberikan kesempatan untuk membangun konformitas dengan lingkungan sekolahnya lagi serta membangun sifat sosialnya kembali setelah selama setahun lebih cenderung menjadi individualis.
Pada masa transisi ini perlu disadari oleh para pendidik dan para administrator pedidikan bahwa pemulihan psikologis siswa harus diletakkan sebagai prioritas utama, meskipun harus sedikit mengorbankan penguasaan materi pembelajaran.
Berbincang melalui WA dengan Prof. Faturochman, seorang Guru Besar di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, beliau menyarankan bahwa pada prinsipnya pada masa transisi ini  jangan langsung memberlakukan pembelajaran secara serius. Misalnya untuk siswa di tingkat Sekolah Dasar mereka diminta untuk membawa makanan sederhana sendiri-sendiri, kemudian dimakan bersama-sama di kelas atau di lingkungan sekolah. Kemudian guru menjelaskan  pentingnya makan secara sehat dan sebagainya.
Seorang psikolog Rumah Sakit EMC dan Mayapada Hospital di Tangerang, Dra. Hartamti Sumodiningrat, Psikolog, yang pernah menempuh Studi Pendidikan Psikologi di Universitas Gadjah Mada, menyarankan bahwa kegiatan belajar mengajar sebaiknya dimulai dengan permainan-permainan baik indoor ataupun outdoor. Bisa dipilih permainan-pemainan yang tidak memerlukan banyak biaya yang penting membuat anak senang dan merasa at home di sekolah.Â