"Itu semua tidak seperti yang kau pikir, Din,"elaknya.
"Dia mau pingsan dan aku menolongnya,"alasannya lagi.
Setelah peristiwa itu mas Herman menjadi sangat mesra denganku. Dan itu membuatku mempercayainya lagi.
Namun pada akhir-akhir ini mas Herman sering pulang malam. Entah lembur kek, atau tugas luar kek. Itu alasanya. Dan sampai di rumah langsung tidur dan tidak memperhatikanku lagi.
Kadang aku mengalah. Berlaku lembut dan bahkan merajuknya. Namun dia malah menolaknya. Lelah katanya. Malah sering marah bila aku merayunya lebih jauh. Dan aku akhirnya bersikap diam.
Komunikasi antara aku dan suamiku menjadi terganggu. Tidak ada lagi pelukan dan ciuman  setiap akan pergi ke kantor. Dan tidak pernah menengok ke kamarku barang sedetikpun.
Rumah yang terasa sejuk pada awal-awal perkawinan kami, semakin hari semakin terasa panas.
Seorang lelaki muda tampan mendekati mejaku dengan sangat sopan dia menyapaku.
"Perlu ditemani tante?" tanyanya.
"Maaf, terimaksih," kataku menolaknya. Lelaki muda itu pergi.
Memang  hati ini tergelitik juga oleh keinginan liarku untuk ditemani salah seorang dari lelaki-lelaki muda yang nongkrong di pub itu. Untuk mendinginkan panas bara yang ada di rumahku.