[caption id="attachment_253126" align="aligncenter" width="300" caption="e-KTP"][/caption]
Berbicara tentang e-KTP yang sedang hangat diberitakan media online, kita selalu menghubungkannya dengan harapan agar e-KTP kelak bisa menjadi seperti model Social Security Number-nya Amerika Serikat. Seperti yang disampaikan oleh Tim Pakar Kemendagri dalam Program E-KTP Dr. Sukamdi, M.Si., saat menjadi pembicara dalam sosialisasi e-KTP di ruang sidang Perpustakaan Pusat UNS Solo (21/9/2012). Tim Pakar berharap bahwa, setiap orang nantinya hanya akan memiliki satu KTP. Tidak akan ada lagi kasus KTP Ganda. Selain itu, "e-KTP kita nantinya seperti Social Security Number atau SSN-nya Amerika dan bisa berlaku dimana saja". Memang benar, tidak ada yang salah jika kita mempunyai harapan sejauh itu, tetapi sebelum membandingkan dengan sistem di Amerika yang jauh lebih maju, ada baiknya kita membandingkannya dengan negara tetangga terdekat terlebih dahulu yaitu, Malaysia. Informasi mengejutkan datang dari halaman Wikipedia yang mengatakan bahwa ternyata, negara tetangga kita tersebut merupakan negara pertama didunia yang menggunakan kartu pengenal kependudukan dengan teknologi chip dan biometric. Bahkan kartu ini telah diluncurkan sejak bulan September 2001. Mari kita bandingkan dengan e-KTP milik kita yang baru diluncurkan pada bulan Februari 2011. Dari perbandingan tersebut, maka sebenarnya kita telah tertinggal 10 tahun dengan Malaysia. Di Malaysia, KTP lazim disebut dengan MyKad. Kata 'My' berarti Malaysia dan juga kata ganti nama kepunyaanku dalam Bahasa Inggris. Perkataan 'Kad' juga merujuk kepada kartu ataupun singkatan dari "Kad Akuan Diri". MyKad diterbitkan oleh Jabatan Pendaftaran Negara (JPN) Malaysia yang berada dibawah Kementerian Dalam Negeri, kalau di Indonesia, mungkin institusi ini setingkat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil yang secara struktur dibawah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. [caption id="attachment_253145" align="alignright" width="300" caption="Contoh MyKad"]
[/caption] Informasi dari portal resmi Jabatan Pendaftaran Negara Malaysia menyebutkan, sebenarnya ada beberapa jenis kartu yang beredar di Malaysia. Selain MyKad ada juga MyPR, MyKAS dan MyKid disesuaikan dengan status kependudukan dan usia pemegang kartu. Mari kita bahas sekilas satu-satu. MyPR adalah kartu yang diperuntukkan bagi
permanent resident, berwarna merah, berisi informasi kependudukan secara umum, informasi negara asal serta informasi nomor ijin tempat tinggal. Sedangkan MyKAS, merupakan kartu yang diperuntukkan bagi penduduk sementara, dengan warna kartu hijau muda. Yang unik dan membuat iri kita adalah kartu MyKid. Di Malaysia, sejak lahir anak kecil sudah di berikan kartu identitas kependudukan yang disebut MyKid. MyKid mengacu pada singkatan "Kad Identiti Diri" yang berisi informasi data kelahiran, informasi kesehatan dan pendidikan. Kartu dengan warna merah jambu ini juga memiliki chip seperti kartu-kartu yang lainnya, hanya saja khusus kartu MyKid tidak ada informasi foto dan cap jari. Dari portal resmi tersebut, juga di informasikan beberapa jenis alat pembaca kartu (
Card Acceptance Device atau
Card Reader) yang kompatibel dengan semua kartu. Informasi alat pembaca kartu yang kompatibel dimaksudkan untuk mempermudah bagi para pihak yang ingin memiliki alat tersebut agar tidak salah spesifikasi dalam pengadaannya. Jika ada institusi yang membutuhkan informasi kependudukan seseorang, petugas yang bersangkutan tinggal merekam data kependudukan dengan alat pembaca kartu. Jadi, jika kartu pengenal atau tanda kependudukan sudah bersifat elektronik, seharusnya tidak diperlukan lagi model lampiran fisik berupa fotokopi identitas diri. Jika kartu pengenal atau tanda kependudukan sudah bersifat elektronik, tetapi belum ada infrastruktur yang siap, maka jadinya sangat mubazir, karena tidak mengoptimalkan teknologi yang telah diadopsinya. Itulah yang terjadi degan e-KTP yang sedang dikembangkan oleh Indonesia. Polemik tidak dibolehkannya e-KTP untuk difotokopi, sebenarnya tidak perlu terjadi jika infrastruktur pendukung e-KTP telah siap di semua institusi yang berkepentingan. Justru sangat disayangkan kenapa himbauan untuk memiliki
"alat pembaca kartu" seolah-olah baru di sampaikan setelah e-KTP telah mulai selesai tercetak. Seharusnya, himbauan kepemilikan alat perekam elektronik tersebut berbarengan dengan sosialisasi pelaksanaan program e-KTP. Sehingga, ketika e-KTP selesai tercetak, infrastruktur pendukungnya telah siap mendukung teknologi yang dimiliki e-KTP. Dalam bayangan saya, kelak ketika semua infrastruktur pendukung telah siap, ketika membuka rekening bank, tidak ada lagi lampiran fotokopi KTP, karena kita tinggal menyodorkannya kedalam sebuah alat perekam, yang langsung terekam dalam basis data bank. Modernisasi kartu pengenal kependudukan menjadi sangat mendesak untuk segera dilakukan. Jika Amerika Serikat telah mengembangkan
Social Security Number sejak tahun 1936 dan Malaysia sejak September 2001, maka sebenarnya tidak ada kata terlambat untuk mengejarnya. Disadari atau tidak, amburadulnya KTP kita, berbanding lurus dengan potensi kejahatan yang akan timbul. Kejahatan perbankan melalui rekening palsu, SMS penipuan mama minta pulsa, pencucian uang dengan KTP nama samaran, kejahatan dunia maya, kejahatan perpajakan dan tindak kejahatan lainnya tentu dapat ditekan jika setiap permohonan rekening, nomor perdana seluler, nomor pokok wajib pajak atau keperluan lainnya menggunakan data KTP yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sudah menjadi rahasia umum, betapa mudahnya kita mendapatkan KTP baru di Indonesia. Kemudahan mendapatkan KTP, memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari 1 KTP. Bahkan menurut Grawas Sugiharto, seorang Pemeriksa Barang Bukti Digital CCIC (
Cyber Crime Investigation Center) Bareskrim Polri dalam acara
Piracy & Malware Study Southeast Asia Press Conference yang digelar di Ritz Carlton megatakan bahwa medan
cyber crime Indonesia, lebih berat dibandingkan dengan Amerika Serikat, kenapa? karena di Amerika Serikat telah dikenal sitem
Social Security Number, sedangkan di Indonesia, satu orang dapat memiliki beberapa kartu tanda penduduk dengan data yang berbeda (detik, 27/2/2013). Akhirnya kita harus kembali bersabar dan menerima kenyataan, bahwa kita sedang tertinggal jauh oleh tetangga dekat, kita harus segera mengejar ketertinggalan ini. Jika tidak segera dibenahi, maka kejahatan dunia maya, SMS penipuan, tindak pidana pencucian uang dan kejahatan lainnya akan tetap subur di negeri ini. Dan akhirnya, kita akan dipandang remeh negara lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Kebijakan Selengkapnya