Teriakanmu di berbagai sosial media
Sangatlah kencang sekali
Tiada oranglain yang mampu menandinginya
Atau bahkan petir pun kalah bersuara
Yang pernah diakui oleh alam
Sebagai dewanya kehancuran
Terhadap kehidupan nyata di bumi ini
Sementara kau.. sekedar mulut sengit saja, menang
Bersua lantang tanpa harga diri
Yang kemudian kau tambahkan
bumbu-bumbu pengikat batin
Agar banyak orang terpanah dengan ucapanmu
Aku heran saja dengan ulahmu
Dikatakan kasihan, ya bukan
Dikatakan panjat sosial, juga bukan
Lalu disebut apakah ulahmu itu?
Ciri-cirinya saja mengarah ke pertaubatan
Tapi... arahnya bercabang menuju ke kedua jalan
Entahlah, aku tidak mengerti
Apa mau dan keinginanmu itu
Sehari kemudian kau pun berulah lagi
Bersua semakin kencang
Menyebut namaku tanpa identitas
Sebagai tokoh kedua yang pernah dekat denganmu
Disebutnya dengan kisah yang sangat miris
Bahwa akulah orang menjadikanmu
Sebagai perempuan hina
Perempuan penabur jiwa murahan
Aku yang membacanya
Sangatlah terpukul. Hancur berkeping
Malu, tiada hari menemukan keajaiban
Untuk menghentikan kisahmu itu
Yang kulakukan hari ini adalah
Menutup mata dan telinga
Dari auman kedangkalan hatimu
Menyiksa semua tenaga ini
Yang entah sampai kapan berhenti
Esok... mati terkubur kehancuran
Teras rumah,12/12/20
Menahan sakit jantung ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H