dunia ini indah bagi aku,
di mana aku lahir menjelma kupu-kupu
setelah kepompong terkelupas
dan kehancuran adalah layar kematian
dari detik ke detik
tanpa menengok abad yang mulai luntur
peradabannya
lama sekali aku menanti belas kasihan ini
di antara duka yang menjadikanku ilusi
meski jurus mantra kupersembahkan utuh
pada kobaran api yang menyala redup
agar ia membuatku selamanya hilang dari
canda tawa
mungkin setelah kusiram darah ini,
Tuhan menghadiahkanku surga
dan membuatkanku sejuta senja
lebih terang dari cahaya api
untuk kembali pada Rahim yang pernah aku singgah
lantas, mengapa neraka terus mengejarku?
barangkali aku tidak welas pada malaikat,
atau pada bunga yang kerap kali bermekaran
memberi keindahan pada mata telanjang ini
entah,
yang pasti, ragaku bukan milikku lagi.
kupersembahkan saja pada api itu
pada puluhan ribu kilo,
aku meretas jadi sebutir abu
dan kematian adalah harapanku, kini.
lepas dari rana duka
Gubuk reyot, 28/7/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H