Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... lainnya -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Seni dan Pemerhati Kehidupan. Visit my official website: www.sukaidea.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Dinasti Vs Demokrasi

15 November 2013   22:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:07 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tak mempermasalahkan soal politik dinasti. Namun, sembari menyindir dinasti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dirinya tak setuju jika dinasti bertujuan meraup keuntungan lewat kepemimpinan daerah.

Megawati menyatakan pertimbangan hubungan keluarga bukanlah faktor utama penentuan seorang pemimpin. Menurutnya, semua calon pemimpin harus dilihat dari kapasitasnya, tanpa memandang ikatan kekerabatannya. Meski jika ada ikatan kekerabatan, itu tak menjadi persoalan.

Jika satu keluarga besar menguasai kepemimpinan daerah, kemudian keluarga itu berusaha melakukan cara culas demi meraup untung, maka Mega menilai itu adalah persoalan korupsi semata. Artinya, modus korupsi memang bermacam-macam, termasuk dengan memanfaatkan nepotisme.

Pernyataan-pernyataan Megawati tersebut sungguh menarik untuk dicermati. Sebagai Ketua Umum sebuah partai yang mencantumkan kata demokrasi , Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, maka pernyataan dia sungguh kontradiktif dengan apa yang semestinya diperjuangkan partainya.

Dinasti adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya bebarapa orang. Oleh karena itu di dalam dinasti tidak ada politik karena peran publik sama sekali tidak dipertimbangkan. Dengan itu, dinasti juga menjadi musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyat lah yang memilih para pemimpinnya. Jadi, politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu untuk bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan di suatu negara.

Politik dinasti muncul dalam dimensi yg halus, berupa gejala dinasti politik yang mendorong sanak keluarga elite-elite lama untuk terus memegang kekuasaan di pemerintahan yang diturunkan secara demokratis oleh pendahulu mereka. Pada gejala ini, penyesuaian terhadap etik demokrasi modern dilakukan dengan mempersiapkan putra-putri yang bersangkutan dalam sistem pendidikan dan rekrutmen politik yang sedemikian dini. Jadi, saat mereka muncul, kemunculannya seolah-olah bukan diakibatkan oleh faktor darah dan keluarga, melainkan oleh faktor-faktor kepolitikan yang lebih wajar dan rasional. Meskipun terkadang ‘gelar pendidikan’ mereka dapat dibeli dengan nama keluarga mereka.

Namun demikian politik dinasti juga dapat tampil dalam bentuk yang lain, lebih vulgar dan identik dengan otoriterianisme. Ia muncul dari suatu sistem politik modern yang sudah ada sebelumnya dan yang sudah dibekukan dan selanjutnya dikondisikan sedemikian rupa sehingga rakyat melalui wakilnya, hanya bisa memilih anak atau istri dari keluarga yang sedang berkuasa. Dengan demikian, yang sebenarnya terjadi adalah politik dinasti yang dipilih bukan secara sukarela oleh rakyat, tetapi secara represif.

Kecenderungan politik seperti itulah yang terjadi di Golkar pada era presiden Soeharto. Seluruh keluarganya terlibat di partai dan pemerintahan serta wakil rakyat. Pemilu hanya menjadi formalitas demokrasi semu dan bahkan palsu. Otoritarian dinasti Soeharto yang dibungkus dalam kemasan seolah demokrasi Pancasila.

Situasi politik seperti itu juga yang sekarang diulang dilakukan oleh PDIP dan Partai Demokrat, dinasti Soekarno dan dinasti SBY. Meski apa pun alasan yang disampaikan oleh Megawati tentang politik dinasti dan dia merasa tetap demokratis tapi faktanya tetap terjadi yang namanya ‘petunjuk ibu Ketua Umum’ dan dia memanfaatkan budaya ‘pekewuh’ yang ada dalam kultur budaya Jawa. Maka tidak tercapailah situasi demokratis dalam hal ini. Lebih lanjut maka demokrasi dalam PDIP benar-benar‘hanya perjuangan’ terus tanpa menjadi demokrasi yang sesungguhnya.

Tulisan sederhana ini hanya sekedar ingin berbagi wawasan tentang betapa mencemaskannya apabila politik dinasti ini terus dibenarkan. Negeri ini akan semakin tidak demokratis dan itu berarti bertentangan dengan Pancasila. Semoga kecemasan ini tidak menjadi nyata tetapi negeri ini menjadi semakin demokratis dengan tidak menerapkan politik dinasti. Merdeka!

Salam damai penuh cinta.

***

Solo, Jumat, 15 November 2013

Suko Waspodo

http://www.sukaidea.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun