Mohon tunggu...
sukarsini ari
sukarsini ari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog Klinis yang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Depresi pada Anak, Bisakah?

30 Agustus 2020   22:08 Diperbarui: 30 Agustus 2020   22:04 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hasil pemeriksaan intelegensi dengan tes Wecshler Intelegence Scale Children skor didapatkan IQ 85 artinya bahwa Budi memiliki kemampuan umum dibawah rata-rata dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Budi memiliki kontak mata yang baik, kooperatif, dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Budi bisa bercerita bahwa ibunya selalu membanding-bandingkan dengan adiknya. Adiknya lebih pintar dan mudah menangkap pelajaran dibandingkan dirinya. Ia juga bercerita bahwa ibunya selalu bersuara keras, suka marah-marah bila lama menjawab pertanyaan, bahkan pernah membanting buku didepannya.

Berdasarkan kasus diatas dapat dijelaskan bahwa anak-anak dapat mengalami depresi karena kombinasi berbagai faktor.  Sesuai pendapat dari Maughan et al (2013), bahwa ada beberapa faktor risiko terjadinya depresi pada anak dan remaja, seperti sejarah keluarga terkait depresi, peristiwa hidup yang stressful, perpindahan keluarga yang menyebabkan permasalahan psikososial dan budaya, genetika, lingkungan, serta neurokognitif dan neoroendokrin.

Budi menerima pola asuh yang berbeda pada saat masih balita dan pada waktu Budi di kelas lima sekolah dasar. Saat balita ia menerima pola asuh dari nenek dan kakeknya yang memanjakan. Menurut penelitian Sanjeevan dan Zoysa (2018) bahwa pengasuhan demokratis berhubungan dengan tingkat depresi yang rendah sedangkan pengasuhan neglectful berhubungan dengan tingkat depresi tinggi pada remaja. Saat kelas lima sekolah dasar, ibunya mudah marah dan membandingkan dengan adiknya yang lebih pandai. Tidak adanya kehangatan dan kontrol yang sehat dalam pengasuhan ini akan menimbulkan adanya permasalahan secara mental seperti depresi pada anak ( Radzis Zewska et al dalam Sanjeevan dan Zoysa, 2018 ).

 Budi pada waktu sekolah taman kanak-kanak sering di bully temannya, tidak mampu membela diri. Peristiwa tersebut  tidak mendapat penyelesaian segera, sehingga memiliki dampak pada masa kehidupannya sekarang. Seadainya pada waktu itu orangtua bisa membantu masalahnya Budi, bisa jadi menjadi lebih percaya diri dan menjadi pribadi yang kuat.  Menurut Srabstein dan Leventhal (dalam Hong et al, 2019), bullying merupakan perilaku yang dicirikan dengan pemaparan perilaku agresif emosi dan atau fisik yang berulang dari satu individu ke individu yang lain seperti mengejek, menyebut nama, kekerasan, pengucilan sosial atau rumor. Anak yang menjadi korban bullying rentan mengalami masalah kesehatan, termasuk depresi, kecemasan, sulit tidur, gangguan makan dan ide/ perilaku bunuh diri (Arseneault et al dalam Hong et al, 2019).

Depresi pada anak tidak terjadi dengan tiba-tiba, tetapi banyak faktor yang menjadi penyebab. Proses menjadi depresi juga butuh waktu. Orangtua harus selalu melihat serta memperhatikan perubahan perilaku pada anak-anaknya. 

Jangan menganggap enteng permasalahan di usia anak-anak, jangan dianggap biasa saja, merasa akan baik sendiri dengan bertambahnya usia, berkata "ahh masih anak-anak saja nggak masalah" atau kata-kata yang lain yang menganggap sepele masa anak-anak. 

Pengalaman penulis di tempat praktek psikologi apabila ditemukan gejala yang mengarah pada depresi di usia anak-anak dan segara mendapat penanganan yang serius, akan mudah untuk diatasi.

Berdasarkan kasus Budi dapat diambil pelajaran bahwa anak yang memiliki kemampuan umum dibawah rata-rata tidak bisa terburu-buru dalam proses belajar atau memahami sesuatu. 

Orang tua perlu memahami tentang kemampuan anak yang sebenarnya sehingga tidak ada perilaku membandingkan satu anak dengan anak lainnya. Orangtua sebaiknya sedini mungkin membawa putra-putrinya ke tenaga profesional psikolog ketika mendapati adanya perubahan perilaku, emosi, atau hal-hal yang mengarah pada permasalahan anak.

Selain itu, salah satu pencegahan terjadinya depresi pada anak adalah orangtua bisa lebih tepat dalam memberikan pola asuh. Pola asuh yang diterima sejak anak-anak masih kecil sebaiknya pola asuh yang positif, sama, konsisten, mendidik kemandirian, serta mendampingi agar bisa berinteraksi dengan teman sebaya. 

Pengasuhan yang demokratis akan membantu anak untuk bisa terbuka kepada orangtua, seperti menceritakan permasalahan yang dialami ketika berinteraksi dengan teman. Anak yang mudah terbuka dengan orang tuanya lebih mudah untuk terhindar dari permasalahan dengan teman sebaya seperti bullying.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun