Mohon tunggu...
Sukardi Weda
Sukardi Weda Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar (Profesor) di Universitas Negeri Makassar (UNM)

Sukardi Weda adalah seorang Guru Besar (Profesor) yang sehari - hari bekerja (mengajar, membimbing, dan menguji) di Universitas Negeri Makassar (UNM). Sukardi Weda memiliki hobi menulis, baik menulis artikel ilmiah untuk dipublikasi pada jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus maupun artikel populer pada media cetak dan online. Minat antara lain: Bahasa dan Sastra Inggris, Linguistik, Sosiologi, Politik, Komunikasi, Manajemen, Pendidikan, Sosial - Budaya, Sumber Daya Manusia/Sumber Daya Aparatur, Dakwah, dan isu - isu terkait lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Antara Pemimpin Arogan dan Pemimpin Rendah Hati

24 Desember 2022   07:58 Diperbarui: 24 Desember 2022   09:10 2150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sedangkan arrogant leader terkesan otoriter, maunya menang sendiri, tidak menghargai bawahan, tidak mau belajar dari bawahan, ia juga tidak mampu membangun tim yang solid, karena kepemimpinan yang baik adalah mampu membangun tim super, super team, mampu membangun tim handal sehingga bersama – sama dan bersinergi untuk berlari mencapai tujuan organisasi. Terkesan pemimpin yang arogan hanya dihormati di depannya saja oleh orang – orang yang ada di sekitarnya, ia tidak akan lama dihormati oleh bawahannya. Pemimpin arogan juga sulit melahirkan orang – orang yang kreatif, karena para bawahannya terkesan menjadi bodoh akibat sering dimarahi, dipojokkan, dimarginalkan, sehingga kreatifitas bawahan sulit untuk berkembang.

Ketika suatu saat pemimpin arogan tidak lagi menduduki jabatannya sebagai sang bos, sang pemimpin di organisasi dimana ia memimpin, kelak para bawahan yang pernah ada di bawah kepemimpinannya akan menjauh, maka tinggallah dia seorang diri dalam mengenang masa – masa ketika ia dihormati orang, dan memiliki kemampuan menundukkan orang – orang yang ada di sekitarnya. Tinggallah dalam dirinya Post power syndrome, yaitu syndrome pasca kekuasaan atau kondisi ketika seseorang masih diliputi bayang – bayang kekuasaan, dan tidak ada lagi rasa hormat, puji – pujian, dan rasa dibutuhkan (Meva Nareza, 2021), semua hilang tanpa bekas.

Oleh karena itu, ketika seorang berada di tampuk kekuasaan maka marilah menerapkan kepemimpnan hati nurani, yakni kepemimpinan yang rendah hati (humble leadership), yakni kepemimpinan yang menerapkan prinsip “sipakatau, sipakalebbi, dan sipakainge” (Saling menghargai, saling menghormati satu sama lain) tanpa memandang jabatan seseorang di organisasi itu, karena prinsipnya setiap orang memiliki harga diri, maka hormati dan hargai pulalah orang lain, bila juga ingin dihormati dan dihargai. Pemimpin yang rendah hati (humble leader) akan dikenang sepanjang masa, sedangkan pemimpin arogan (arrogant leader) akan diingat sepanjang masa atas keburukan kepemimpinannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun