Awalnya saya menganggap kata “mati” dan “maut” adalah dua kata yang sama. Kata yang saya anggap kedua-duanya berasal dari bahasa Arab. Hal ini wajar saja sebab kedua kata itu kedengarannya pun memang hampir sama. Selain itu, huruf-huruf Arabnya pun dari dua huruf yang sama, yaitu “mim” dan “ta”. Begitulah yang diajarkan guru mengaji kami di kampung dahulu. Jadi, wajar saja jika kemudian kita beranggapan keduanya adalah kata yang sama.
Rupanya saya cukup beruntung. Sedikit beruntung karena mendapat pencerahan dari Prof. Collins, ahli etimologi dan linguistik komparatif berkebangsaan Amerika, secara langsung tentang asal-usul kedua kata itu. Dalam buku beliaupun juga disinggung tentang isu “maut” dan “mati” itu. Malahan, sebelum buku itu diterbitkan, saya diminta beliau untuk membacanya dan memberi masukan jika memungkinkan. Pada kesempatan itulah, saya terus membaca berulang-ulang draft buku yang mengagumkan ini sebelum diterbitkan.
Bagaimana pandangan Prof. Collins tentang kata “maut” dan “mati”. Berikut ini kutipannya.
Catatan kaki Prof. James T. Collins
Dalam hal ini, saya teringat kepada tafsiran seorang sahabat saya, sarjana Amerika Serikat dan pakar dalam Pengkajian Bahasa Arab, khususnya dialektologi Arab. Walaupun dia tidak menguasai bahasa Melayu, beberapa orang mahasiswanya di universitasnya di Amerika Serikat adalah orang Malaysia dan Indonesia; dia pula pernah mengunjungi Malaysia tiga atau empat kali dan berceramah di institut dan universitas Malaysia. Maka dia mengetahui sedikit banyaknya tentang bahasa Melayu.
Pada suatu ketika (mungkin tahun 1996), dia bertanya kepada saya tentang hubungan dua kata Melayu ini diserap dari bahasa Arab! Saya berusaha menjelaskannya bahwa memang kata maut berasal dari kata bahasa arab, tetapi kata mati diturunkan dari bahasa Austronesia Purba , yakni *maCey. Kemiripan susunan bunyi dan maksud semantik dalam dua kata melayu ini, yang sepatah kata pinjaman dari bahasa arab, maut, dan sepatah lagi kata warisan dari bahasa Austronesia Purba, mati, hanya merupakan kebetulan saja.
Ahli dialektologi Arab dari Amerika ini, yang sangat ahli dalam bidangnya, tidak dapat membedakan antara pinjaman dengan warisan (Collins 2003) karena dia tidak pernah mempelajari Linguistik Melayu Polinesia. Inilah masalah yang dimaksudkan di sini, yang bakal dihadapi oleh pakar Ilmu Sanskerta yang belum mempelajari Linguistik Melayu Polinesia.
***
Bagi yang masih penasaran sila lihat dalam buku Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu, Kepustakaan Gramedia Populer (2009), hlm. 46.
***
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H