Mohon tunggu...
Sukardi Gau
Sukardi Gau Mohon Tunggu... Swasta -

Masih tahap pembaca, pernah belajar di Institute of the Malay World and Civilization, Universiti Kebangsaan Malaysia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Gorontalo dan Warisan Akademik Prof. Mansoer Pateda

23 September 2013   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:31 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tiga tahun lamanya, Prof. Mansoer Pateda telah meninggalkan kita. Tanggal 4 September 2013 yang lalu tepatnya adalah tahun ketiga wafatnya almarhum. Dalam benak masyarakat Gorontalo, sosok Almarhum memiliki cerita tersendiri. Beliaulah yang kita kenal sebagai tokoh penyusun kamus bahasa Gorontalo yang ulung, sekaligus guru besar yang sebagian besar hidupnya diabdikan di Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Kaitannya dengan tulisan sederhana ini, saya mencoba menuangkan serpihan kecil dari apa yang saya ketahui tentang sosok beliau.

Perjumpaan awal saya dengan Alm. Prof. Mansoer Pateda terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia VIII, 16 Oktober 2003 silam, di Hotel Indonesia, Jakarta. Ketika itu, beliau bertindak selaku pimpinan sidang panel pada kongres itu dan saya ditugasi sebagai sekretaris dan pencatat sidang mendampinginya. Kala itu, kami belum begitu akrab sehingga tidak begitu banyak berbincang kecuali hanya yang berkaitan dengan prosesi jalannya sidang.

Lima tahun berikutnya (2008), ketika saya masih belajar linguistik di Institute of the Malay World and Civilization, Universiti Kebangsaan Malaysia, saya berjumpa lagi dengan beliau. Ini adalah perjumpaan kami kali kedua. Waktu itu, beliau ikut melakukan kunjungan ke Universitas Kebangsaan Malaysia. Seingat saya, rombongan UNG kala itu, antara lain Rektor UNG, Prof. Nelson Pomalingo, PR IV Dr. Syarifuddin Ahmad, dan beberapa unsur pimpinan UNG lainnya. Dalam perjumpaan singkat itu, beliau bahkan sempat menawari saya untuk berpartisipasi dalam Kongres Internasional Bahasa dan Adat Gorontalo 2008, yang akan dilaksanakan pada dua bulan berikutnya. Rupanya, pembimbing disertasi saya, Prof. Dr. James T. Collins, ahli leksikografi dan linguistik komparatif Amerika, juga diundang beliau sebagai pembicara utama dalam kongres itu.

Pertemuan kami selanjutnya adalah ketika saya mulai bermukim di Gorontalo. Dalam beberapa kesempatan, saya berjumpa dengan beliau di Universitas Negeri Gorontalo. Walaupun begitu, perkenalan saya dengan almarhum memanglah tidak seakrab dengan para linguis lain atau kolega yang bertugas sebagai dosen di UNG. Perkenalan kami tak lebih dari apa yang sudah saya sebutkan itu.

Meskipun demikian, jauh sebelum berjumpa langsung dengan beliau, bahkan ketika masih berstatus mahasiswa S-1 di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, saya sudah mendengar, membaca, dan akrab dengan sebagian kecil karya-karya beliau. Hal ini bisa dimaklumi karena memang buku-buku beliau tidaklah begitu sulit kita dapatkan di perpustakaan-perpustakaan universitas di Indonesia. Bahkan, karya-karya beliau pun sudah dipasarkan di toko-toko buku terkemuka di Indonesia kala itu. Sekadar menyebut contoh adalah buku Sosiolinguistik (Angkasa,1987) atau Linguistik: Sebuah Pengantar (Angkasa,1990). Kedua buku ini saja, di era tahun 1980-an dan 1990-an, sudah menjadi rujukan penting bagi mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 yang mendalami studi linguistik di Indonesia.

Harus diakui memang bahwa buku linguistik di masa itu adalah seperti barang langka. Tidak sebagaimana sekarang, ketersediaan buku-buku linguistik kala itu tak begitu banyak jumlahnya. Buku teks linguistik yang ditulis oleh penulis dalam negeri pun cukup terbatas. Begitu pula, buku asli teks berbahasa Inggris agak sulit didapatkan. Selain karena harga-harga buku teks berbahasa Inggris cukup mahal, kemampuan mahasiswa kita pun dalam memahami buku teks berbahasa Inggris tidak seluruhnya memadai.

Di masa itu juga, perangkat teknologi komunikasi tidaklah sehebat seperti sekarang. Tentu saja, para penulis buku saat ini sudah banyak diuntungkan dengan dengan kemajuan teknologi informasi. Mereka dapat dengan mudah memperoleh referensi buku, jurnal, dan informasi penting dari berbagai sumber dan tempat dengan cepat dan akurat. Di sinilah kelebihan atas apa yang Alm. Prof. Mansoer Pateda sudah hasilkan. Pada tahap itu, karya beliau telah berhasil mengisi ruang yang agak terbatas itu. Ruang yang di dalamnya hanya segelintir linguis yang dapat menuliskan ide dan gagasan inteletualnya menjadi karya buku di tengah-tengah keterbatasan sarana teknologi informasi. Lebih dari itu, karya-karya beliau turut memberi warna terhadap perkembangan studi linguistik di Indonesia. Bukan itu saja, karya beliau pun rupanya telah menambah wibawa dan citra Tanah Gorontalo sebagai negeri lumbungnya ahli bahasa dan sastra.

Yang perlu dipahami juga bahwa sumbangan paling penting almarhum tentu saja adalah karya-karya monumental yang bersentuhan langsung dengan bahasa daerah Gorontalo. Salah satu karya monumental itu adalah Kamus Bahasa Gorontalo-Indonesia (1976) yang diterbitkan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Rupanya, kamus yang beliau tulis ini adalah usaha yang juga sudah dirintis oleh penulis bahasa Gorontalo sebelumnya dalam kurun puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.

Lihat saja karangan Wilhelm Joest (1883) yang berjudul Zun Holantalo-Sprache, yang kemudian disusul oleh karangan J. Breukink (Bijdragen tot eene Gorontalo'sche Spraakkunst) yang terbit di Den Haag, Belanda. Karangan ini memuat informasi tentang fonologi, afiksasi, dan daftar kata-kata bahasa Gorontalo. Dalam bidang perkamusan secara khusus, kita bisa lihat pada karangan G.B.X. Rosenberg yang berjudul Reistogten in de Afdeling Gorontalo (1865) dan karangan E.E.W.G. Schroden yang berjudul Gorontalosche Woordenlijst (1908) yang semuanya terbit di Den Haag, Belanda.

Tentu saja, Kamus Bahasa Gorontalo-Indonesia (1976) yang ditulis oleh Dr. Mansoer Pateda tersebut jauh lebih memadai daripada karya-karya penulis lain sebelumnya. Hal ini bisa dipahami karena memang penulisan kamus yang beliau lakukan sudah bersandarkan prinsip-prinsip leksikografi. Jadi wajar saja apabila ahli perkamusan pun sampai hari ini masih bersetuju bahwa kamus inilah merupakan kamus bahasa Gorontalo yang terbaik saat ini. Yang menarik, Kamus dwibahasa Gorontalo-Indonesia ini rupanya beliau kerjakan selama 10 tahun lamanya. Dari sisi ini saja, kita bisa membayangkan bagaimana ketekunan dan kegigihannya dalam usaha pengembangan dan pembinaan bahasa Gorontalo.

Tidak sampai di situ saja, beliau juga menulis Kamus Bahasa Suwawa-Indonesia, Kamus Bahasa Atinggola-Indonesia dengan sangat baik. Termasuk hasil usaha beliau yang bisa kita baca hari ini adalah terjemahan Alquran dalam bahasa Gorontalo. Karya-karya ini hanyalah sebagian kecil dari hasil karya sepanjang perjalanan karir akademiknya. Lebih dari 30 rentetan karya buku pun sudah dihasilkannya. Mulai dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, hingga bidang linguistik terapan dan pengajaran bahasa pun sudah ditulisnya. Inilah warisan akademik yang beliau persembahkan untuk para guru, dosen, peneliti, pelajar, dan orang-orang Gorontalo. Singkat kata, inilah warisan persembahan sejati Prof. Mansoer Pateda untuk orang-orang yang masih memiliki rasa cinta terhadap bahasa Gorontalo. Wallahu alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun