[caption id="attachment_225527" align="aligncenter" width="465" caption="Arifin Panigoro meninggalkan PSSI? (foto: mediaindonesia.com)"][/caption]
SOSOK Arifin Panigoro tak bisa dipisahkan dengan dunia sepak bola Tanah Air. Panigoro merupakan pencetus IPL, liga alternatif yang menampilkan sejumlah klub dengan nama mentereng. Saat pertama kali bergulir, IPL dianggap sebagai kompetisi yang haram plus ilegal.
Begitu terjadi pergantian rezim di PSSI, IPL yang tadinya ilegal menjadi legal. Sejumlah klub berganti nama dan berganti baju. Klub-klub IPL berkiprah dengan dukungan apa yang disebut sebagai konsorsium, gabungan sejumlah perusahaan yang membeli saham dan membiayai operasional klub. Panigoro, adalah sosok sentral di balik konsorsium.
Ketika konflik dengan KPSI merebak, Panigoro disebut-sebut berada di balik PSSI. Bahkan banyak pernyataan sinis yang menyebut bahwa pada dasarnya Panigoro merupakan "dalang", sementara Ketua Umum PSSI Djohar Arifin hanyalah "boneka". Sebagai "dalang", Panigoro memegang peranan penting pada sejumlah program dan kebijakan PSSI.
Namun, ternyata kedekatan Panigoro dengan PSSI tidak berumur panjang. Hubungan PSSI dengan Panigoro retak. Keduanya tak lagi berjodoh alias telah "bercerai".
Ada tiga hal yang menjadi indikasi kalau PSSI dengan Panigoro telah 'cerai'. Indikasi pertama adalah tidak berjalannya program unggulan PSSI yakni pembinaan usia dini yang dirancang Timo Scheunemann, yang saat itu menjabat Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI. Program yang awalnya dianggarkan bakal menelan dana sebesar 300 milyar rupiah itu gagal total karena minimnya dana.
Karena programnya tidak berjalan, Timo akhirnya memilih mengundurkan diri. Belakangan terungkap bahwa gaji Timo selama empat bulan juga belum dibayar PSSI. Begitu juga dengan uang muka kontrak.
Mandeknya program pembinaan usia dini dan tidak dibayarnya gaji Timo memperlihatkan bahwa keuangan PSSI sangat parah. Dan itu hanya bisa terjadi jika PSSI benar-benar sudah ditinggalkan Panigoro. Jika hubungan PSSI-Panigoro harmonis, tak mungkin Panigoro akan berpangku tangan melihat program unggulan PSSI terbengkalai karena terkendala dana.
Indikasi kedua adalah minimnya dana untuk timnas. Masih segar dalam ingatan bagaimana susahnya PSSI mencari dana untuk membiayai timnas yang berlaga di ajang Piala AFF. Yang terbaru, seperti dilansir JPNN, adalah belum dibayarnya uang latihan timnas yang menggunakan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Hutang PSSI sebagaimana diungkap pengelola SUGBK mencapai 100 juta lebih.
Jika masih disokong Panigoro, tak mungkin PSSI keteteran mempersiapkan timnas, yang menjadi tulang punggung negara. Apalagi untuk membayar sewa latihan di stadion. Uang 100 juta seharusnya 'kecil' bagi Panigoro.
Indikasi ketiga, adalah minimnya kucuran dana dari konsorsium. Hingga sebulan menjelang kick off, beberapa klub masih mengeluh karena tak punya dana. Di musim sebelumnya, klub-klub ini mendapat kucuran dana dari konsorsium.