Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Presiden, Air Mata Saja Tidak Cukup!!!

22 Oktober 2010   05:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:12 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PIDATO sang presiden yang tadinya lancar tiba-tiba tersendat. Dia terbata. Bola matanya berkaca. Sang presiden berusaha melanjutkan pidatonya. Namun suaranya terdengar tertahan. Dia pun minta maaf. Dan hadirin bertepuk tangan panjang. Itulah sekelumit adegan (bukan sinetron) yang terjadi ketika SBY menyampaikan pidato pada puncak peringatan 50 tahun Hari Agraria Nasional sebagaimana disiarkan sejumlah televisi nasional. Sang presiden meneteskan air mata ketika bicara tentang warga Indonesia yang kendati miskin namun masih bisa punya sertifikat. Tentu, seorang presiden yang terharu dan meneteskan air mata merupakan iklan yang cemerlang untuk menaikkan popularitas, kendati kemungkinan besar adegan itu sama sekali di luar skenario, artinya terjadi secara spontan. Adegan ini memperlihatkan bahwa sosok SBY,seorang jenderal, juga punya perasaan. Presiden SBY juga manusia. Wajar jika SBY terharu. Masalah tanah masih merupakan persoalan pelik di tanah air. Banyak sesama anak bangsa yang tak bisa punya tanah, dan ketika mereka merasa punya tanah dan mampu mendirikan rumah, tiba-tiba rumah mereka digusur dan mereka diusir. Bagi banyak anak negeri, punya sebidang tanah itu ibarat pungguk merindukan bulan. Tanah yang seharusnya gratis itu ternyata tak terjangkau. Sementara di pihak lain, mereka yang punya uang memborong tanah sebagai bagian dari investasi. Pilihan yang sangat wajar karena tanah merupakan salah satu (atau satu-satunya?) aset tak bergerak yang harganya tak pernah turun. Air mata seorang SBY merupakan pertanda positif, bahwa sebagai pemimpin negeri dia memahami akar masalah. Dan semoga juga dia punya jalan keluar, bagaimana mereka yang tak punya tanah di negeri ini bisa punya tanah. Mungkin dengan membagikan tanah negara kepada penduduk miskin, atau mengaktifkan kembali program transmigrasi secara selektif, sehingga mereka yang tak punya tanah bisa meraih mimpinya melalui sebidang lahan yang siap ditempati sekaligus dijadikan lahan perkebunan. Atau mungkin pemimpin kita punya rencana lain? Seorang pemimpin seperti SBY pasti paham, kendati berdampak positif untuk pencitraan, namun pada hakekatnya air mata bukan merupakan solusi. Air mata seorang presiden tidak secara otomatis akan membuat rakyat miskin yang tak punya tanah lalu bisa punya tanah. Air mata seorang presiden itu bagus untuk langkah awal. Namun seharusnya tak berhenti sampai di situ. Karena untuk menyelesaikan masalah, air mata tak akan pernah cukup. Air mata bukan jawaban akhir!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun