[caption id="attachment_357061" align="aligncenter" width="301" caption="Ilustrasi (wikimedia.org)"][/caption]
REVOLUSI. Di Eropa, Revolusi mampu mengubah Perancis menjadi bangsa yang berbeda. Di Indonesia, “Revolusi Mental” menjadi jargon Presiden Jokowi untuk membuat segalanya menjadi lebih baik. Namun untuk memperbaiki Indonesia, perubahan mental hanya merupakan langkah awal. Ada hal penting lain yang harus dilakukan. Yakni mengubah orientasi pembangunan.
Selama ini, orientasi pembangunan di Indonesia lebih banyak terpusat di kota. Desa, komponen terkecil dalam struktur pemerintahan, cenderung diabaikan. Padahal, sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 65% tinggal di desa.
Pertanyaannya, mampukah desa menjadi pilar utama dalam pembangunan Indonesia? Apakah masyarakat desa, bisa menjadi ujung tombak untuk merevolusi Indonesia menjadi lebih baik? Jawabannya YA. Setidaknya itu yang diyakini, dan sudah dilakukan Bupati Malinau Dr. Yansen TP., M.Si.
Pengalaman Yansen mengubah orientasi pembangunan dari kota ke desa dipaparkan dengan gamblang dalam buku berjudul Revolusi Dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya kepada Rakyat.
Pada buku setebal 208 halaman ini Yansen memaparkan langkah demi langkah bagaimana dia membangun desa lingkup Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara, melalui program yang disebut Gerakan Desa Membangun (Gerdema).
Program Gerdema, hakekatnya merupakan “aplikasi praktek empiris” dari desertasi berjudul Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tertinggal di Wilayah Perbatasan (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Tertinggal di Wilayah Perbatasan Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dengan Serawak, Malaysia) yang diajukan Yansen untuk mendapatkan gelar Doktor di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Dampak Positif
Yansen memulai paparannya dengan fakta tentang konsep pembangunan yang masih menempatkan masyarakat di pihak yang lemah, karena model dan strategi yang dijalankan pemerintah tak mampu menyentuh aspek dasar, dan belum mampu mengakomodasi berbagai kekuatan di masyarakat.
Karena tak berpihak ke masyarakat, menurut Yansen, beban pemerintah menjadi semakin berat. Karena pemerintah harus menangani masalah kemiskinan yang menjadi mata rantai yang tak pernah putus. Data dari BPS per Januari 2014 menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai lebih dari 25 juta orang. Di sejumlah daerah, jumlah orang miskin malah tidak berkurang. (hal 5-6)
Masalah lain adalah kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Pemerintah sering menganggap kebijakannya sudah tepat padahal tidak. Seringkali pemerintah membuat kebijakan yang implementasinya justru melahirkan kerumitan baru. Kesan yang timbul adalah karut-marutnya pemerintahan di semua sektor. (hal 5)