Lalu, apakah kasus yang menimpa Persema merupakan indikasi kalau konsorsium yang memayungi IPL sudah ‘goyah’? Saya berharap tidak. Saya berharap, keterlambatan pencairan dana ke Persema hanya masalah teknis administrasi. Mungkin ada prosedur pencairan yang harus dilakukan sehingga dananya terlambat turun.
Kenapa saya berasumsi demikian, karena sejauh ini yang mengeluh kalau dana operasional belum turun baru Persema. Karena hanya Persema, kelihatannya ini hanya masalah administrasi. Akan lain ceritanya jika ada klub lain juga yang mengeluh soal belum cairnya biaya operasional. Jika itu yang terjadi, artinya konsorsium dalam bahaya. Dan untuk skala yang lebih luas, IPL juga dalam bahaya. (Tentu, dengan asumsi bahwa yang memayungi IPL hanya satu konsorsium. Saya gak begitu paham soal konsorsium ini, apakah satu atau beberapa. Jika konsorsiumnya lebih dari satu, maka akan lain ceritanya).
Dari yang saya pernah baca, konsorsium ini hanya merupakan ‘payung sementara’ sebelum ada pihak yang tertarik berinvestasi di klub, atau menjadi sponsor. Namun melihat apa yang terjadi sekarang, kelihatannya apa yang dianggap sebagai ‘sementara’ itu akan menjadi ‘selamanya’.
Klub profesional
Ada banyak faktor yang membuat merek atau perusahaan tertentu mau menjadi sponsor klub sepakbola. Salah satunya adalah jumlah penggemar yang signifikan. Dan ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi sebagian klub-klub IPL. Saya beberapa kali mengintip pertandingan IPL (dan juga ISL). Hanya melihat sekilas. Dan khusus IPL, yang saya lihat hanya beberapa partai yang dipenuhi penonton. Selebihnya kosong-melompong. Memang di ISL juga tak semua partai rame. Ada juga yang sepi. Namun jika dibuat perbandingan, kayaknya masih lebih ramai di ISL.
Memang, ramai tidaknya penonton bukan jaminan sebuah kualitas. Namun untuk sponsor, itu hal utama. Mereka hanya mau memasang logo atau merek di kaos klub yang mereka tau persis punya pendukung fanatik. Dan itu yang terlihat di klub ISL. Itu sebabnya hingga klub ISL terkesan lebih mudah mendapat sponsor dibanding IPL. Memang umumnya sponsor di klub ISL hanya pendamping. Dengan dana yang tidak terlalu besar. Bukan sponsor utama yang menanggung seluruh keperluan klub. Namun dengan adanya tambahan dana, tentu sudah lumayan.
Keberadaaan sponsor menjadi salah satu pintu menuju klub profesional. Idealnya sebuah klub bisa menghidupi diri sendiri dengan sponsor. Dan tak tergantung pada dana eksternal, seperti APBD atau konsorsium.
Ke depan, saya yakin, jika situasi dan konflik sudah mereda, jika rekonsiliasi sudah tercapai, akan terjadi seleksi alam di ISL dan juga IPL. Akan ada klub ISL yang gulung tikar karena kehabisan dana. Yang tak bisa mendapat sponsor utama sementara dana APBD tak bisa digunakan. Begitu juga dengan IPL. Saya yakin, kelak konsorsium akan melakukan semacam evaluasi. Hanya klub yang memiliki basis massa yang kuat yang akan didukung. Yang pertandingannya hanya ditonton ratusan orang kelihatannya akan tersingkir (atau disingkirkan) dari persaingan.
Pada akhirnya, kita akan menyaksikan  kompetisi yang diikuti klub profesional. Yang mengandalkan pendanaan atas usaha sendiri. Semoga, kelak, Persema termasuk di antara klub-klub itu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H